Senin, 21 Maret 2011

AIR BORNE DISEASAE "CAMPAK"

CAMPAK

Definisi Campak
Campak (Rubeola, Campak 9 hari) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus campak, dan termasuk penyakit akut dan sangat menular, menyerang hampir semua anak kecil, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis (peradangan selaput ikat mata / konjungtiva) dan ruam kulit. Penyebabnya virus dan menular melalui saluran pernafasan yang keluar saat penderita bernafas, batuk, dan bersin (droplet). Penderita bisa menularkan infeksi ini dalam waktu 2 – 4 hari sebelum timbulnya ruam kulit dan selama ruam kulit ada. Sebelum vaksinasi campak digunakan secara meluas, wabah campak terjadi setiap 2 – 3 tahun, terutama pada anak – anak usia pra–sekolah dan anak – anak SD. Jika seseorang pernah menderita campak, maka seumur hidupnya dia akan kebal terhadap penyakit ini.
Campak ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu: a. stadium kataral, b. stadium erupsi dan c. stadium konvalesensi.
Campak adalah suatu penyakit akut menular, ditandai oleh tiga stadium :
1.      Stadium kataral
Di tandai dengan enantem (bercak koplik) pada mukosa bukal dan faring, demam ringan sampai sedang, konjungtivitis ringan, koryza, dan batuk.
2.      Stadium erupsi
Ditandai dengan ruam makuler yang muncul berturut-turut pada leher dan muka, tubuh, lengan dan kaki dan disertai oleh demam tinggi.
3.      Stadium konvalesensi
Ditandai dengan hilangnya ruam sesuai urutan munculnya ruam, dan terjadi hiperpigmentasi.
Epidemiologi Campak
Distribusi dan Frekuensi Penyakit Campak
Menurut Orang
Campak adalah penyakit yang sangat menular yang dapat menginfeksi anak – anak pada usia dibawah 15 bulan, anak usia sekolah atau remaja dan kadang kala orang dewasa. Campak endemis di masyarakat metropolitan dan mencapai proporsi untuk menjadi epidemi setiap 2-4 tahun ketika terdapat 30-40% anak yang rentan atau belum mendapat vaksinasi. Pada kelompok dan masyarakat yang lebih kecil, epidemi cenderung terjadi lebih luas dan lebih berat. Setiap orang yang telah terkena campak akan memiliki imunitas seumur hidup.
Menurut Tempat
Penyakit campak dapat terjadi dimana saja kecuali di daerah yang sangat terpencil. Vaksinasi telah menurunkan insiden morbili tetapi upaya eradikasi belum dapat direalisasikan.
Menurut Waktu
Virus penyebab campak mengalami keadaan yang paling stabil pada kelembaban dibawah 40%. Udara yang kering menimbulkan efek yang positif pada virus dan meningkatkan penyebaran di rumah yang memiliki alat penghangat ruangan seperti pada musim dingin di daerah utara. Kebanyakan kasus campak terjadi pada akhir musim dingin dan awal musim semi di negara dengan empat musim dengan puncak kasus terjadi pada bulan Maret dan April. Lain halnya dengan di negara tropis dimana kebanyakan kasus terjadi pada musim panas. Ketika virus menginfeksi populasi yang belum mendapatkan kekebalan atau vaksinasi maka 90-100% akan menjadi sakit dan menunjukkan gejala klinis.
Determinan Penyakit Campak
Host (Penjamu)
Beberapa faktor Host yang meningkatkan risiko terjadinya campak antara lain:
·         Umur
Pada sebagian besar masyarakat, maternal antibodi akan melindungi bayi terhadap campak selama 6 bulan dan penyakit tersebut akan dimodifikasi oleh tingkat maternal antibodi yang tersisa sampai bagian pertama dari tahun kedua kehidupan.
·         Jenis Kelamin
Tidak ada perbedaan insiden dan tingkat kefatalan penyakit campak pada wanita ataupun pria. Bagaimanapun, titer antibodi wanita secara garis besar lebih tinggi daripada pria. Kejadian campak pada masa kehamilan berhubungan dengan tingginya angka aborsi spontan.
·         Umur Pemberian Imunisasi
Sisa antibodi yang diterima dari ibu melalui plasenta merupakan faktor yang penting untuk menentukan umur imunisasi campak dapat diberikan pada balita. Maternal antibodi tersebut dapat mempengaruhi respon imun terhadap vaksin campak hidup dan pemberian imunisasi yang terlalu awal tidak selalu menghasilkan imunitas atau kekebalan yang adekuat.
Pada umur 9 bulan, sekitar 10% bayi di beberapa negara masih mempunyai antibodi dari ibu yang dapat mengganggu respons terhadap imunisasi. Menunda imunisasi dapat meningkatkan angka serokonversi. Secara umum di negara berkembang akan didapatkan angka serokenversi lebih dari 85% bila vaksin diberikan pada umur 9 bulan. Sedangkan di negara maju, anak akan kehilangan antibodi maternal saat berumur 12 – 15 bulan sehingga pada umur tersebut direkomendasikan pemberian vaksin campak. Namun, penundaan imunisasi dapat mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas akibat campak yang cukup tinggi di kebanyakan negara berkembang.
·         Pekerjaan
Dalam lingkungan sosioekonomis yang buruk, anak – anak lebih mudah mengalami infeksi silang. Kemiskinan bertanggungjawab terhadap penyakit yang ditemukan pada anak. Hal ini karena kemiskinan mengurangi kapasitas orang tua untuk mendukung perawatan kesehatan yang memadai pada anak, cenderung memiliki higiene yang kurang, miskin diet, miskin pendidikan. Frekuensi relatif anak dari orang tua yang berpenghasilan rendah 3 kali lebih besar memiliki risiko imunisasi terlambat dan 4 kali lebih tinggi menyebabkan kematian anak dibanding anak yang orang tuanya berpenghasilan cukup.
·         Pendidikan
Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang untuk bertindak dan mencari penyebab serta solusi dalam hidupnya. Orang yang berpendidikan lebih tinggi biasanya akan bertindak lebih rasional. Oleh karena itu orang yang berpendidikan akan lebih mudah menerima gagasan baru. Pendidikan juga mempengaruhi pola berpikir pragmatis dan rasional terhadap adat kebiasaan, dengan pendidikan lebih tinggi orang dapat lebih mudah untuk menerima ide atau masalah baru.
·         Imunisasi
Vaksin campak adalah preparat virus yang dilemahkan dan berasal dari berbagai strain campak yang diisolasi. Vaksin dapat melindungi tubuh dari infeksi dan memiliki efek penting dalam epidemiologis penyakit yaitu mengubah distribusi relatif umur kasus dan terjadi pergeseran ke umur yang lebih tua. Pemberian imunisasi pada masa bayi akan menurunkan penularan agen infeksi dan mengurangi peluang seseorang yang rentan untuk terpajan pada agen tersebut. Anak yang belum diimunisasi akan tumbuh menjadi besar atau dewasa tanpa pernah terpajan dengan agen infeksi tersebut. Pada campak, manifestasi penyakit yang paling berat biasanya terjadi pada anak berumur kurang dari 3 tahun.
Pemberian imunisasi pada umur 8 – 9 bulan diprediksi dapat menimbulkan serokonversi pada sekurang – kurangnya 85% bayi dan dapat mencegah sebagian besar kasus dan kematian. Dengan pemberian satu dosis vaksin campak, insidens campak dapat diturunkan lebih dari 90%. Namun karena campak merupakan penyakit yang sangat menular, masih dapat terjadi wabah pada anak usia sekolah meskipun 85 – 90% anak sudah mempunyai imunitas.
·         Status Gizi
Kejadian kematian karena campak lebih tinggi pada kondisi malnutrisi, tetapi belum dapat dibedakan antara efek malnutrisi terhadap kegawatan penyakit campak dan efek yang ditimbulkan penyakit campak terhadap nutrisi yang dikarenakan penurunan selera makan dan kemampuan untuk mencerna makanan.
Agent
Penyebab infeksi adalah virus campak, anggota genus Morbilivirus dari famili Paramyxoviridae.
Lingkungan
Epidemi campak dapat terjadi setiap 2 tahun di negara berkembang dengan cakupan vaksinasi yang rendah. Kecenderungan waktu tersebut akan hilang pada populasi yang terisolasi dan dengan jumlah penduduk yang sangat kecil yakni < 400.000 orang.
Status imunitas populasi merupakan faktor penentu. Penyakit akan meledak jika terdapat akumulasi anak-anak yang suseptibel. Ketika penyakit ini masuk ke dalam komunitas tertutup yang belum pernah mengalami endemi, suatu epidemi akan terjadi dengan cepat dan angka serangan mendekati 100%. Pada tempat dimana jarang terjangkit penyakit, angka kematian bisa setinggi 25%.
Etiologi Campak
Campak disebabkan oleh virus RNA dari famili paramixoviridae, genus Morbillivirus. Selama masa prodormal dan selama waktu singkat sesudah ruam tampak, virus ditemukan dalam sekresi nasofaring, darah dan urin. Virus dapat aktif sekurang – kurangnya 34 jam dalam suhu kamar.
Virus campak dapat diisolasi dalam biakan embrio manusia atau jaringan ginjal kera rhesus. Perubahan sitopatik, tampak dalam 5 – 10 hari, terdiri dari sel raksasa multinukleus dengan inklusi intranuklear. Antibodi dalam sirkulasi dapat dideteksi bila ruam muncul.
Penyebaran virus maksimal adalah melalui percikan ludah (droplet) dari mulut selama masa prodormal (stadium kataral). Penularan terhadap penderita rentan sering terjadi sebelum diagnosis kasus aslinya. Orang yang terinfeksi menjadi menular pada hari ke 9 – 10 sesudah pemajanan, pada beberapa keadaan dapat menularkan hari ke 7. Tindakan pencegahan dengan melakukan isolasi terutama di rumah sakit atau institusi lain, harus dipertahankan dari hari ke 7 sesudah pemajanan sampai hari ke 5 sesudah ruam muncul.
Mekanisme Penularan Campak
Campak biasanya ditularkan sewaktu seseorang menghirup virus campak yang telah dibatukkan atau dibersinkan ke dalam udara oleh orang yang dapat menularkan penyakit. Campak merupakan salah satu infeksi manusia yang paling mudah ditularkan. Berada di dalam kamar yang sama saja dengan seorang penderita campak dapat mengakibatkan infeksi. Penderita campak biasanya dapat menularkan penyakit dari saat sebelum gejala timbul sampai empat hari setelah ruam timbul. Waktu dari eksposur sampai jatuh sakit biasanya adalah 10 hari. Ruam biasanya timbul kira – kira 14 hari setelah eksposur.
Control Disease campak
WHO mencanangkan beberapa tahapan dalam upaya pemherantasan campak, dengan tekanan strategi yang berbeda – beda pada setiap tahap yaitu :
1.      Tahap Reduksi
Tahap ini dibagi dalam 2 tahap :
a.       Tahap pengendalian campak
Pada tahap ini ditandai dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi campak rutin dan upaya imunisasi tambahan di daerah dengan morbiditas campak yang tinggi. Daerah – daerah ini masih merupakan daerah endemis campak, tetapi telah terjadi penurunan insiden dan kematian, dengan pola epidemiologi kasus campak menunjukkan 2 puncak setiap tahun.
b.      Tahap Pencegahan KLB
Cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi > 80% dan merata, terjadi penurunan tajam kasus dan kematian, insiden campak telah bergeser kepada umur yang lebih tua, dengan interval KLB antara 4 – 8 tahun.
2.      Tahap Eliminasi
Cakupan imunisasi sangat tinggi > 95% dan daerah – daerah dengan cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya. Kasus campak sudah jarang dan KLB hampir tidak pernah terjadi. Anak – anak yang dicurigai rentan (tidak terlindung) harus diselidiki dan diberikan imuniasi campak.
3.      Tahap Eradikasi.
Cakupan imunisasi sangat tinggi dan merata, serta kasus campak sudah tidak ditemukan. Transmisi virus campak sudah dapat diputuskan, dan negara – negara di dunia sudah memasuki tahap eliminasi.

Sumber :
Burnett M., 2007. Measles, Rubeola. http://www.e-emedicine.com.
Depkes, R.I., 2004. Campak di Indonesia. http://www.penyakitmenular.info.
Maldonado, Y. 2002. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EGC.

Ririn Nurmandhani
E2A009042
Reguler 1 / 2009

FOOD AND WATER BORNE DISEASE "DEMAM TIFOID"


DEMAM TIFOID

Definisi Demam Tifoid
Demam tifoid adalah penyakit infeksi menular akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi ditandai adanya demam 7 hari atau lebih, gangguan saluran pencernaan dan gangguan pada sistem saraf pusat (sakit kepala, kejang, dan gangguan kesadaran). Meurut Butler dala Soegijanto, S (2002), demam tifoid adalah suatu infeksi bakterial pada manusia yang disebabkan oleh Salmonella typhi ditandai dengan demam berkepanjangan, nyeri perut, diare, delirium, bercak rose, splenomegali serta kadang – kadang disertai komplikasi perdarahan dan perforasi usus.
Epidemiologi Demam Tifoid
Distribusi dan Frekuensi
0rang
Demam tifoid dapat menginfeksi semua rang dan tidak ada perbedaan yang nyata antara insidens pada laki – laki dan perempuan. Berdasarkan umur, proporsi penderita demam tifoid pada kelompok berumur 12 – 30 tahun 70 – 80%, pada umur 31 – 40 tahun 5 – 10%.
Tempat dan waktu
Demam tifoid tersebar di seluruh dunia. Pada tahun 2000, insidens rate demam tifoid di Amerika latin 53 per 100.000 penduduk dan di Asia Tenggara 110 per 100.000 penduduk. Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun, di Jakarta Utara pada tahun 2001, insidens rate demam tifoid 680 per 100.000 penduduk dan pada tahun 2001 meningkat menjadi 1.426 per 100.000 penduduk.
Faktor – faktor yang mempengaruhi
Faktor Host
Manusia merupakan satu – satunya sumber penularan Salmonella typhi, melalui kontak langsung maupun tidak langsung dengan seorang penderita demam tifoid atau carrier kronis. Transmisi bakteri terjadi dengan cara menelan makanan atau air yang terkontaminasi feses manusia yang terinfeksi Salmonella typhi. Selain itu, transmisi konginetal dapat terjadi secara transplasental dari seorang ibu yang mengalami bakteriemia (beredarnya bakteri dalam darah) kepada bayi dalam kandungan, atau tertular pada saat dilahirkan oleh seorang ibu yang merupakan carrier demam tifoid dengan rute fecal oral. Seseorang yang telah terinfeksi Salmonella typhi dapat menjadi carrier kronis dan mengekskresikan bakteri selama beberapa tahun.
Faktor Agent
Demam tifoid desebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Bakteri ini hanya dapat hidup dan menginfeksi tubuh manusia. Untuk menimbulkan infeksi, diperlukan Salmonella typhi sebanyak 105 – 109 yang tertelan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Jumlah Salmonella typhi yang tertelan akan mempengaruhi masa inkubasinya, dimana semakin banyak Salmonella typhi yang masuk ke dalam tubuh, maka semakin singkat masa inkubasi demam tifoid.
Faktor Environment
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah tropis terutama di daerah dengan kualitas sumber ait yang tidak memadai dan standar hygiene dan sanitasi yangt rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya penyebaran demam tifoid dari segi sosial adalah urbanisasi, kepadatan penduduk, sanitasi, dan hygiene industri pengolahan makanan yang masih rendah.
Etiologi Demam Tifoid
Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu s. Typhi, s. Paratyphi A, dan S. Paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain. Demam yang disebabkan oleh s. Typhi cendrung untuk menjadi lebih berat daripada bentuk infeksi salmonella yng lain.
Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang bersifat motil, tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul. Kebanyakkan strain meragikan glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme salmonella tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4º C (130º F) selama 1 jam atau 60 º C (140 º F) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makannan kering, agfen farmakeutika an bahan tinja.
Salmonella memiliki antigen somatik O dan antigen flagella HH. Antigen O adalah komponen lipopolisakarida dinding sel yang stabil terhadap panas sedangkan antigen H adalah protein labil panas.
Mekanisme Penularan Demam Tifoid
Penularan demam tifoid terjadi melalui mulut, kuman S.typhy masuk kedalam tubuh melalui makanan/minuman yang tercemar ke dalam lambung, ke kelenjar limfoid usus kecil kemudian masuk kedalam peredaran darah. Kuman dalam peredaran darah yang pertama berlangsung singkat, terjadi 24 – 72 jam setelah kuman masuk, meskipun belum menimbulkan gejala tetapi telah mencapai organ – organ hati, kandung empedu, limpa, sumsum tulang dan ginjal. Pada akhir masa inkubasi 5 – 9 hari kuman kembali masuk ke aliran darah (kedua kali) dimana terjadi pelepasan endoktoksin menyebar ke seluruh tubuh dan menimbulkan gejala demam tifoid.
Control Disease Demam Tifoid
Pencegahan DT berdasarkan pada faktor – faktor epidemiologik, termasuk di dalamnya pendekatan 'agen', strategi lingkungan dan masalah pendekatan 'orang'. Strategi pencegahan dan pengendalian DT terdiri dari surveilens penyakit, vaksinasi bagi orang – orang dengan risiko, penemuan dan pengobatan penderita yang sedang sakit maupun konvalesen, penemuan dan pengobatan carrier kronik, peningkatan sanitasi, proteksi binatang ternak, promosi higiene makanan dan prevensi produksi makanan yang tercemar. Pendidikan kesehatan pada komunitas mempunyai peran penting dari pencegahan DT, terutama higiene perorangan, misalnya cuci tangan sebelum makan, penyediaan air bersih untuk cuci tangan di pusat – pusat pelayanan umum.
Pencegahan demam tifoid diupayakan melalui berbagai cara: umum dan khusus/imunisasi. Termasuk cara umum antara lain adalah peningkatan higiene dan sanitasi karena perbaikan higiene dan sanitasi saja dapat menurunkan insidensi demam typhoid. (Penyediaan air bersih, pembuangan dan pengelolaan sampah). Menjaga kebersihan pribadi dan menjaga apa yang masuk mulut (diminum atau dimakan) tidak tercemar Salmonella typhi. Pemutusan rantai transmisi juga penting yaitu pengawasan terhadap penjual (keliling) minuman/makanan.
Ada dua vaksin untuk mencegah demam tifoid. Yang pertama adalah vaksin yang diinaktivasi (kuman yang mati) yang diberikan secara injeksi. Yang kedua adalah vaksin yang dilemahkan (attenuated) yang diberikan secara oral. Pemberian vaksin tifoid secara rutin tidak direkomendasikan, vaksin tifoid hanta direkomendasikan untuk pelancong yang berkunjung ke tempat-tempat yang demam tifoid sering terjadi, orang yang kontak dengan penderita karier tifoid dan pekerja laboratorium.
Vaksin tifoid yang diinaktivasi (per injeksi) tidak boleh diberikan anak-anak kurang dari dua tahun. Satu dosis sudah menyediakan proteksi, oleh karena itu haruslah diberikan sekurang-kurangnya 2 minggu sebelum bepergian supaya memberikan waktu kepada vaksin untuk bekerja. Dosis ulangan diperlukan setiap dua tahun untuk orang-orang yang memiliki resiko terjangkit.
Vaksin tifoid yang dilemahkan (per oral) tidak boleh diberikan kepada anak-anak kurang dari 6 tahun. Empat dosis yang diberikan dua hari secara terpisah diperlukan untuk proteksi. Dosis terakhir harus diberikan sekurang-kurangnya satu minggu sebelum bepergian supaya memberikan waktu kepada vaksin untuk bekerja. Dosis ulangan diperlukan setiap 5 tahun untuk orang-orang yang masih memiliki resiko terjangkit.

Sumber:
Bustan, M. N. 1997. Pengantar Epidemiologi. Jakarta : PT Rineka Cipta
Soegijantanto, S. 2002. Demam Tifoid. Ilmu Penyakit Anak Diagnosa dan Edisi Penatalaksanaannya. Jakarta : Salemba Medika
WHO. 2006. Typhiod Fever. www.who.int

Ririn Nurmandhani
E2A009042
Reguler 1 / 2009

Kejadian Luar Biasa

PENGERTIAN KLB
Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/ kematian yang bermakna secara eidemiologi pada suatu daerah dalam suatu kurun waktu tetentu. (Permenkes RI No.560/Menkes/Per/VIII/1989)
KRITERIA SUATU PENYAKIT DIKATAKAN WABAH
Suatu penyakit atau keracunan dapat dikatakan KLB apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :
  1. Timbulnya suatu penyakit/penyakit menular yang sebelumnya tidak ada/tidak dikenal.
  2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun).
  3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian, dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (hari, minggu, bulan, tahun).
  4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
  5. Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya.
  6. Case Fatality Rate (CFR) dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya.
  7. Propotional rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding periode yang sama dan kurun waktu atau tahun sebelumnya.
  8. Beberapa penyakit khusus : kolera, DHF/DSS
a. Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis).
b. Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu  sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.
9. Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita :
a)      Keracunan makanan
b)      Keracunan pestisida
Karakteristik Penyakit yang berpotensi KLB:
  1. Penyakit yang terindikasi mengalami peningkatan kasus secara cepat.
  2. Merupakan penyakit menular dan termasuk juga kejadian keracunan.
  3. Mempunyai masa inkubasi yang cepat.
  4. Terjadi di daerah dengan padat hunian.
Penyakit-Penyakit Berpotensi Wabah/KLB :
  1. Penyakit karantina/penyakit wabah penting: Kholera, Pes, Yellow Fever.
  2. Penyakit potensi wabah/KLB yang menjalar dalam waktu cepat/mempunyai mortalitas tinggi & penyakit yang masuk program eradikasi/eliminasi dan memerlukan tindakan segera : DHF,Campak,Rabies, Tetanus neonatorum, Diare, Pertusis, Poliomyelitis.
  3. Penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit penting : Malaria, Frambosia, Influenza, Anthrax, Hepatitis, Typhus abdominalis,  Meningitis, Keracunan, Encephalitis, Tetanus.
  4. Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi wabah dan atau KLB,  tetapi masuk program : Kecacingan, Kusta, Tuberkulosa, Syphilis,  Gonorrhoe, Filariasis, dll
HERD IMMUNITY
Herd immunity adalah tingkat resistensi dalam kawanan atau kawanan yang cukup untuk mencegah masuknya penyakit tertentu ke dalam, atau penyebarannya di dalam, kawanan. Resistensi ini mungkin bawaan, genetis berbasis perlawanan, atau diperoleh sebagai hasil dari paparan sebelumnya kepada agen tertentu atau dari vaksinasi. Penggunaan umum istilah tersebut berhubungan dengan pencegahan penyebaran infeksi pada tingkat epidemi. Sehingga dalam kelompok di mana terdapat 70% sampai 80% dari hewan kekebalan mungkin ada kasus-kasus sporadis tetapi prevalensinya tidak mungkin signifikan. Komentar yang sama berlaku untuk populasi yang lebih besar, misalnya binatang liar atau populasi hewan pendamping yang benar-benar tidak dikelola sebagai sebuah kawanan.
Herd Immunity (kekebalan masyarakat) menjelaskan bentuk kekebalan yang terjadi ketika vaksinasi dari sebagian besar dari penduduk (kelompok) memberikan ukuran perlindungan bagi individu yang belum mengembangkan kekebalan. Teori Herd Immunity menyatakan bahwa, dalam penyakit menular yang ditularkan dari individu ke individu, rantai infeksi mungkin akan terganggu ketika sejumlah besar populasi kebal terhadap penyakit. Semakin besar proporsi individu yang kebal, semakin kecil kemungkinan bahwa individu rentan akan datang ke dalam kontak dengan individu menular.
Vaksinasi bertindak sebagai semacam firebreak atau firewall dalam penyebaran penyakit , memperlambat atau mencegah penularan lebih lanjut dari penyakit ini kepada orang lain. Individu yang tidak divaksinasi secara tidak langsung dilindungi oleh individu divaksinasi, karena yang terakhir tidak akan kontrak dan menularkan penyakit antara dan rentan individu yang terinfeksi. Oleh karena itu, kebijakan kesehatan masyarakat imunitas kawanan dapat digunakan untuk mengurangi penyebaran penyakit dan menyediakan tingkat perlindungan dengan tidak divaksinasi, sub kelompok rentan. Karena hanya sebagian kecil dari populasi (atau kelompok) dapat dibiarkan tidak divaksinasi untuk metode ini menjadi efektif, dianggap terbaik tersisa untuk mereka yang tidak dapat dengan aman menerima vaksin karena kondisi medis seperti gangguan kekebalan atau untuk transplantasi organ penerima.
Herd immunity hanya berlaku untuk penyakit yang menular. Ini tidak berlaku untuk penyakit seperti tetanus (yang menular, tetapi tidak menular), dimana vaksin hanya melindungi orang yang divaksinasi dari penyakit. Herd immunity tidak harus dengan kekebalan kontak , sebuah konsep terkait dimana sebuah divaksinasi individu dapat ‘menularkan’ vaksin ke seseorang lainnya melalui kontak.
LANGKAH – LANGKAH YANG DILAKUKAN UNTUK MENCEGAH WABAH
Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini (SKD-KLB), yang dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulangan KLB secara dini dengan melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan berupa pengamatan yang sistematis dan terus-menerus yang mendukung sikap tanggap/waspada yang cepat dan tepat terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data kasus baru dari penyakit-penyakit yang berpotensi terjadi KLB secara mingguan sebagai upaya SKD-KLB. Data-data yang telah terkumpul dilakukan pengolahan dan analisis data untuk penyusunan rumusan kegiatan perbaikan oleh tim epidemiologi.
Penanggulangan KLB :
  1. SKD KLB
  2. Penyelidikan dan penanggulangan KLB
  3. Pengembangan sistem surveilans termasuk pengembangan jaringan informasi Koordinasi kegiatan surveilans : lintas program dan lintas sektoral
PELACAKAN KLB
  1. Garis Besar Pelacakan KLB
-          Pengumpulan data dan informasi secara seksama langsung di lapangan tempat kejadian
-          Analisa data yang diteliti dengan ketajaman pemikiran.
-          Adanya suatu garis besar tentang sistematika langkah-langkah yang pada dasarnya harus ditempuh dan dikembangkan dalam setiap usaha pelacakan.
  1. Analisis Situasi Awal
-          Penentuan atau penegakan diagnosis
-          Penentuan adanya wabah
-          Uraian keadaan wabah (waktu, tempat dan orang)
  1. Analisis Lanjutan
-          Usaha Penemua kasus tambahan
  • Adakan pelacakan ke rumah sakit dan dokter praktek ntuk menemukan kemungkinan adanya kasus diteliti yang belum ada dalam laporan.
  • Pelacakan intensif terhadap mereka yang tanpa gejala, gejala ringan tetapi mempunyai potensi menderita atau kontak dengan penderita.
-          Analisa Data secara berkesinambungan.
-          Menegakkan Hipotesis
-          Tindakan Pemadaman wabah dan tindak lanjut.
  • Tindakan diambil sesuai dengan hasil analisis
  • Diadakan follow up sampai keadaan normal kembali.
  • Yang menimbulkan potensi timbulnya wabah kembali disusunkan suatu format pengamatan yang berkesinambungan dalam bentuk survailans epidemiologi terutama high risk.
Sumber:
Bustan, M.N. 2006. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta
http://www.enotes.com/public-health-encyclopedia/epidemic-theory-herd-immunity
http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/herd+immunity
Ririn Nurmandhani
REg 1 / E2A009042
FKM UNDIP

Kejadian Luar Biasa

Peristiwa bertambahnya penderita atau kematian yang disebabkan oleh suatu penyakit di wilayah tertentu, kadang-kadang dapat merupakan kejadian yang mengejutkan dan membuat panik masyarakat di wilayah itu. Secara umum kejadian ini kita sebut sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB), sedangkan yang dimaksud dengan penyakit adalah semua penyakit menular yang dapat menimbulkan KLB, penyakit yang disebabkan oleh keracunan makanan dan keracunan lainnya. Penderita atau tersangka penderita penyakit yang dapat menimbulkan KLB dapat diketahui jika dilakukan pengamatan yang merupakan semua kegiatan yang dilakukan secara teratur, teliti dan terus-menerus, meliputi pengumpulan, pengolahan, analisa/interpretasi, penyajian data dan pelaporan. Apabila hasil pengamatan menunjukkan adanya tersangka KLB, maka perlu dilakukan penyelidikan epidemiologis yaitu semua kegiatan yang dilakukan untuk mengenal sifat-sifat penyebab dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya dan penyebarluasan KLB tersebut di samping tindakan penanggulangan seperlunya (Depkes, 2000).
Hasil penyelidikan epidemiologis mengarahkan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam upaya penanggulangan KLB. Upaya penanggulangan ini meliputi pencegahan penyebaran KLB, termasuk pengawasan usaha pencegahan tersebut dan pemberantasan penyakitnya. Upaya penanggulangan KLB yang direncanakan dengan cermat dan dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait secara terkoordinasi dapat menghentikan atau membatasi penyebarluasan KLB sehingga tidak berkembang menjadi suatu wabah (Depkes, 2000).
Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/ kematian yang bermakna secara eidemiologi pada suatu daerah dalam suatu kurun waktu tetentu. (Permenkes RI No.560/Menkes/Per/VIII/1989)
Suatu penyakit atau keracunan dapat dikatakan KLB apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :
  1. Timbulnya suatu penyakit/penyakit menular yang sebelumnya tidak ada/tidak dikenal.
  2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun).
  3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian, dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (hari, minggu, bulan, tahun).
  4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
  5. Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya.
  6. Case Fatality Rate (CFR) dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya.
  7. Propotional rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding periode yang sama dan kurun waktu atau tahun sebelumnya.
  8. Beberapa penyakit khusus : kolera, DHF/DSS
  9. Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis).
  10. Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.
    1. Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita :
a)      Keracunan makanan
b)      Keracunan pestisida
Karakteristik Penyakit yang berpotensi KLB:
  1. Penyakit yang terindikasi mengalami peningkatan kasus secara cepat.
  2. Merupakan penyakit menular dan termasuk juga kejadian keracunan.
  3. Mempunyai masa inkubasi yang cepat.
  4. Terjadi di daerah dengan padat hunian.
Penyakit-Penyakit Berpotensi Wabah/KLB :
  1. Penyakit karantina/penyakit wabah penting: Kholera, Pes, Yellow Fever.
  2. Penyakit potensi wabah/KLB yang menjalar dalam waktu cepat/mempunyai mortalitas tinggi & penyakit yang masuk program eradikasi/eliminasi dan memerlukan tindakan segera : DHF,Campak,Rabies, Tetanus neonatorum, Diare, Pertusis, Poliomyelitis.
  3. Penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit penting : Malaria, Frambosia, Influenza, Anthrax, Hepatitis, Typhus abdominalis,  Meningitis, Keracunan, Encephalitis, Tetanus.
  4. Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi wabah dan atau KLB,  tetapi masuk program : Kecacingan, Kusta, Tuberkulosa, Syphilis,  Gonorrhoe, Filariasis, dll
Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini (SKD-KLB), yang dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulangan KLB secara dini dengan melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan berupa pengamatan yang sistematis dan terus-menerus yang mendukung sikap tanggap/waspada yang cepat dan tepat terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data kasus baru dari penyakit-penyakit yang berpotensi terjadi KLB secara mingguan sebagai upaya SKD-KLB. Data-data yang telah terkumpul dilakukan pengolahan dan analisis data untuk penyusunan rumusan kegiatan perbaikan oleh tim epidemiologi (Dinkes Kota Surabaya, 2002).
Berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular serta Peraturan Menteri Kesehatan No. 560 tahun 1989, maka penyakit DBD harus dilaporkan segera dalam waktu kurang dari 24 jam. Undang-undang No. 4 tahun 1984 juga menyebutkan bahwa wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat, yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Dalam rangka mengantisipasi wabah secara dini, dikembangkan istilah kejadian luar biasa (KLB) sebagai pemantauan lebih dini terhadap kejadian wabah. Tetapi kelemahan dari sistem ini adalah penentuan penyakit didasarkan atas hasil pemeriksaan klinik laboratorium sehingga seringkali KLB terlambat diantisipasi (Sidemen A., 2003).
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem surveilans dengan menggunakan teknologi informasi (computerize) yang disebut dengan Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS). EWORS adalah suatu sistem jaringan informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS secara cepat (Badan Litbangkes, Depkes RI). Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat, sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin. Dalam masalah DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi jumlah, gejala/karakteristik penyakit, tempat/lokasi, dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit DATI II di Indonesia (Sidemen A., 2003)
Ririn NUrmandhani
E2A009042
Reguler 1 / 2009
FKM UNDIP

PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI

PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI MALARIA
Kasus malaria di suatu daerah atau tempat adalah salah satu indikator biologis malaria. Ada kasus, berarti ada orang dengan infeksi parasit malaria, Plasmodium, salah satu spesies atau campuran (mixed). Ada kasus malaria berarti ada nyamuk vektornya,  Anopheles sp., spesiesnya apa perlu diteliti / dibuktikan adanya dan kepadatannya, dsb.
Adanya vektor yang positif sporozoit (dengan pembedahan kelenjar liur atau reaksi imunologis) menunjukkan bahwa lingkungan setempat cocok untuk kelangsungan hidup vektor, umur vektor cukup panjang untuk mendukung dilampauinya masa inkubasi ekstrinsik Plasmodium dalam nyamuk vektor, yang berarti pula kelembaban dan suhu udara optimal untuk nyamuk dan parasit malaria.
Jika di suatu wilayah ditemukan beberapa kasus malaria dalam rentang waktu bersaamaan maka perlu dilakukan tindakan sebagai berikut:
  1. Kasus atau penderita yang diagnostik terbukti positif gejala klinis dan parasitnya dalam darah diberi pengobatan dan perawatan menurut SOP atau protokol bakunya di puskesmas atau rumah sakit;
  2. Penduduk daerah endemik diberikan penyuluhan kesehatan dan dibagikan kelambu berinsektisida.
  3. Nyamuk vektornya dengan pengendalian vektor cara kimia, hayati atau manajemen lingkungan, atau secara terpadu.
  4. Lingkungan dengan memodifiksi atau memanipulasi lingkungan supaya tidak cocok lagi jadi habitat vektor – vektor pindah tempat atau berkurang kepadatannya secara nyata.
Jika ternyata kasus tersebut bukan KLB maka dapat tindakan yang dapat dilakukan adalah pemberian penyuluhan dan pemberian kelambu berinsektisida.
Sumber :
Anonim. 2010. Malaria. http://id.wikipedia.org/wiki/Malaria diakses tanggal 11 November 2010
Nurmaini. 2004. Survei Entomologi Dalam Penanggulangan Wabah Malaria. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3689/1/fkm-nurmaini5.pdf diakses tanggal 11 November 2010

PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI TB PARU
Tuberculosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. TBC terutama menyerang paru-paru sebagai tempat infeksi primer. Selain itu, TBC dapat juga menyerang kulit, kelenjar limfe, tulang, dan selaput otak. TBC menular melalui droplet infeksius yang terinhalasi oleh orang sehat. Apabila dalam penyelidikan di suaqta wilayah ditemukan adanya gejala TB Paru (Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih, dahak bercampur darah, Batuk darah, sesak nafas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari satu bulan). Apabila terdapat gejala di atas terhadap beberapa orang di suatu cakupan wilayah tertentu maka perlu diadakan penanganan lanjutan:
  1. Pemerikasaan penderita dan pemberian obat
Saat ini telah dapat dilakukan pengobatan TBC secara efektif dan dalam waktu yang relatif singkat. Program pengobatan tersebut dikenal dengan nama DOTS (Direct Observed Treatment Shortcourse). Obat yang digunakan adalah kombinasi dari Rifampicin, Isoniazid, Pyrazinamid, Ethambutol, dan Streptomycin. Pengobatan dilakukan dalam waktu 6-8 bulan secara intensif dengan diawasi seorang PMO (Pengawas Menelan Obat) untuk meningkatkan ketaatan penderita dalam minum obat.
  1. Pemberian pengetahuan mengenai TB Paru kepada para penderita sehingga mereka lebih dapat menjaga diri mereka dan mengurangi angka penularan TB Paru.
  2. Tindakan pencegahan yaitu pemberian imunisasi BCG pada bayi, selain itu pada kasus saat ini dapat juga pencegahannya berupa penggunaan masker untuk mengurangi tingkat penularan dari penderita ke populasi di sekitarnya.
Sumber:
Asriel. 2010. Manfaat Imunisasi BCG dalam Pencegahan TB Paru. http://azriel-batigol.blogspot.com/2010/04/manfaat-imunisasi-bcg-dalam-pencegahan.html diakses tanggal 11 November 2010
Tampubolon, Ganda E. M. 1994. Situasi Epidemiologi Tubercolosis Paru. http://members.fortunecity.com/bheru/referat/0012/gand1000.htm diakses tanggal 11 November 2010

PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI CAMPAK
Penyakit Campak (Rubeola, Campak 9 hari, measles) adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, , yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis (peradangan selaput ikat mata/konjungtiva) dan ruam kulit. Penyakit ini disebabkan karena infeksi virus campak golongan Paramyxovirus. Penularan infeksi terjadi karena menghirup percikan ludah penderita campak. Penderita bisa menularkan infeksi ini dalam waktu 2 – 4 hari sebelum timbulnya ruam kulit dan 4 hari setelah ruam kulit ada.
Dalam suatu kasus apabila ditemukan:
  • Adanya 5 atau lebih kasus tersangka campak dalam waktu 4 minggu berturut – turut mengelompok dan mempunyai hubungan epidemiologis satu sama lain.
  • Apabila minimum 2 spesimen positif IgM campak dari hasil pemeriksaan kasus pada tersangka KLB campak.
Maka dapat dipastikan bahwa daerah tersebut adalah lingkup KLB Campak.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi KLB campak adalah:
  1. Penderita campak perlu dirawat di tempat tersendiri agar tidak menularkan
    penyakitnya kepada yang lain.
  2. Beri penderita asupan makanan bergizi seimbang dan cukup untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya. Makanannya harus mudah dicerna, karena penderita campak rentan terjangkit infeksi lain, seperti radang tenggorokan, flu, atau lainnya. Masa rentan ini masih berlangsung sebulan setelah sembuh karena daya tahan tubuh penderita yang masih lemah.
  3. Lakukan pengobatan yang tepat dengan berkonsultasi pada dokter.
  4. Jaga kebersihan tubuh anak dengan tetap memandikannya.
Strategi reduksi campak dapat berupa :
  1. Imunisasi rutin pada bayi 9-11 bulan (UCI desa > 80%)
  2. Imunisasi tambahan (suplemen)
  3. Pemahaman pengetahuan mengenai campak kepada masyarakat
Sumber:
Anonim. 2007. Reduksi Campak. http://dinkes-sulsel.go.id/new/images/ pdf/pedoman/pedoman%20pencegahan%20klb%20campak.pdf diakses tanggal 11 November 2010
Luchan. 2008. Campak Jerman. http://keluargasehat.wordpress.com/2008/09/06/campak-jerman/ diakses tanggal 11 November 2010

PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI KEMATIAN IBU
Penyelidikan epidemiologi kematian ibu dapat dimulai dengan pengambilan data jumlah angka kematian ibu di suatu daerah. Dengan mengetahui jumlah kematian ibu di daerah tersebut maka dapat dilakukan tindakan pengurangan prosentase atau pencegahan agar angka kematian ibu berkurang, diantaranya adalah:
  1. Pemberian penyuluhan kepada para ibu agar dapat mengatur kehamilan mereka, dengan demikian resiko meninggal saat melahirkan dapat dikurangi.
  2. Selama masa kehamilan ibu harus mendapatkan asupan makanan yang baik, hygiene dan sanitasi lingkungan yang baik pula.
  3. Perlunya keberanian ibu untuk mengambil keputusan, sehingga trias keterlambatan yang dapat meningkatkan kematian ibu dapat dihindarkan.
  4. Pelayanan kesehatan untuk persalinan harus memadahi.
  5. Bagi keluarga sendiri, diharapkan memberikan perhatian kepada ibu selama masa kehamilan dan setelah melahirkan.
Sumber:
Roeshadi, R. Haryono. 2006. Upaya Menurunkan Angka Kesakitan dan Angka Kematian Ibu. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/721/1/Haryono.pdf diakses tanggal 11 November 2010

PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI LAHIR MATI/KEMATIAN BAYI
Kematian bayi di Indonesia termasuk salah satu yang tertinggi di Asean. Dalam suatu pengamatan di suatu daerah jika terbukti bahwa angka kematian bai masih tinggi, maka perlu diadakan suatu pencegahan. Oleh karena itu perlu adanya penanganan untuk mengurangi tingginya angka kematian tersebut. Diantaranya adalah:
  1. Untuk para ibu hamil disarankan melakukan pemeriksaan kehamilan sehingga kondisi bayi di dalam kandungan dapat diketahui dan apabila ada gangguan segera dapat diketahui.
  2. Untuk ibu yang mempunyai balita, dihimbau untuk membawa bayi atau balitanya ke Posyandu.
  3. Pemberian ASI ekslusif pada bayi dan balita dapat mengurangi angka kematian bayi.
  4. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak.
Sumber:
Anonim. 2007. Pernyataan UNICEF: ASI Eksklusif Tekan Angka Kematian Bayi Indonesia. http://www.kesrepro.info/?q=node/159 diakses tanggal 11 November 2010
RIRIN NURMANDHANI
E2A009042
FKM UNDIP

EPIDEMIOLOGI DAN PERANANNYA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH KESEHATAN DI MASYARAKAT

BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Epidemiologi dapat diibaratkan seperti sebuah embrio diantara ilmu-ilmu pengetahuan. Setelah Perang Dunia Kedua , Amerika Serikat mulai banyak melakukan penelitian epidemiologik yang mencakup masalah kesehatan secara besar-besaran. Dan dapat dilihat beberapa diantara penelitian-penelitian yang telah dilakukan, sangat mempengaruhi jauhnya jangkauan kesehatan masyarakat masa kini.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa untuk dapat meningkatkan derajat kesejahteraan hidup masyarakat, perlu diselenggarakan antara lain pelayanan kesehatan (health services) yang sebaik-baiknya. Dimana yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan disini adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, kelompok serta masyarakat.
Untuk dapat menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan tersebut, banyak hal yang perlu diperhatikan. Salah satu diantaranya yang peranannya amat penting adalah pelayanan kesehatan masyarakat yang harus sesuai dengan kebutuhan kesehatan (health needs) masyarakat. Jika pelayanan kesehatan dikelola melalui suatu organisasi, ditujukan terutama untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit dan sasarannya terutama ditujukan kepada masyarakat , maka pelayanan kesehatan yang seperti ini disebut dengan nama pelayanan Kesehatan Masyarakat (public health services).
Mengingat pentingnya epidemiologi dalam pelayanan kesehatan dan bahkan juga dalam penelitian dan pengembangan ilmu serta teknologi kesehatan, maka amat diharapkan kiranya setiap petugas kesehatan dapat mempelajari serta memahami epidemiologi tersebut. Oleh karena itu penulis membuat makalah ini agar dapat dimanfaatkan, dipelajari, dan dipahami oleh pembaca dengan sebaik-baiknya, dan makalah ini dapat dimanfaatkan dengan maksimal.
  1. Tujuan Penulisan
  1. Tujuan Umum
Untuk dapat mengetahui ilmu tentang pengantar epidemiologi.
  1. Tujuan Khusus
  1. Untuk mengetahui pengertian epidemiologi
  2. Untuk mengetahui sejarah perkembangan epidemiologi
  3. Untuk mengetahui pembagian epidemiologi
  4. Untuk mengetahui ruang lingkup epidemiologi
  5. Untuk mengetahui manfaat epidemiologi dalam bidang kesehatan
  1. Manfaat Penulisan
    1. Bagi penulis sendiri, dapat mengetahui, menerapkan, dan mengaplikasikan ilmu yang diperoleh.
    2. Bagi pembaca, dapat memperoleh pengetahuan tentang epidemiologi dan keterampilan dalam menanggulangi masalah kesehatan yang ada di masyarakat, dan dapat bekerjasama dalam berbagai bidang profesi, baik sesama masyarakat umum maupun instansi terkait baik lintas program, maupun lintas sektoral dalam rangka menanggulangi masalah kesehatan.
BAB II
PEMBAHASAN

  1. Pengertian Epidemiologi
Dari berbagai defenisi epidemiologi yang telah dibuat oleh para ahli, dapat diketahui bahwa asal kata epidemiologi berasal dari bahasa Yunani yang berarti ilmu yang mempelajari hal-hal yang terjadi pada masyarakat. (Epi = pada atau tentang, Demos = penduduk, Logos = ilmu). Dan saat ini epidemiologi yaitu ilmu yang mempelajari tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan pada kelompok manusia serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Kita juga dapat mengetahui defenisi lama tentang epidemiologi yang mengatakan bahwa epidemiologi sebagai ilmu yang mempelajari penyebaran atau perluasan suatu penularan penyakit di dalam suatu kelompok penduduk masyarakat.
Dengan adanya masalah pada penduduk seperti adanya penyakit menular, penyakit tidak menular, penyakit deganerasi, kanker, penyakit jiwa, kecelakaan lalu lintas, bencana alam, peledakan penduduk dan sebagainya. Maka Omran (ahli epidemiologi : 1974) membuat defenisi tentang epidemiologi sebagai suatu studi mengenai terjadinya dan distribusi keadaan, kesehatan, penyakit, dan perubahan pada penduduk, begitu juga “determinan”nya akibat-akibat yang terjadi pada kelompok penduduk.
Menurut Mac Mahon dan Pugh, epidemiologi dapat didefenisiskan sebagai cabang ilumu yang mempelajari penyebaran penyakit dan faktor-faktor yang menentukan terjadinya penyakit pada manusia.
Untuk mempelajari dan menjawab pertanyaan-pertanyaan penyebaran penyakit dapat digunakan dengan kegiatan epidemiologi deskriptif dan epidemiologi analitik. Untuk melakukan kegiatan epidemiologi sesuai dengan pendapat para ahli diatas, maka dapat dilihat alur jangkauan dan kegiatan epidemiologi dibawah ini :
Dari pendapat para ahli, dapat disimpulkan kegunaan-kegunaan kita mempelajari epidemiologi tersebut adalah :
  1. Memperoleh pengertian mengenai cara timbulnya penyakit trauma.
  2. Memperoleh pengertian mengenai riwayat alamiah penyakit.
  3. Memperoleh pengertian mengenai penyebaran penyakit pada berbagai kelompok masyarakat.
Pada saat ini epidemiologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan pada sekelompok manusia serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dari batasan yang seperti ini, segera terlihat bahwa dalam pengertian epidemiologi terdapat tiga hal yang bersifat pokok yakni :
  1. Frekuensi masalah kesehatan
Frekuensi yang dimaksud di sini menunjukkan kepada besarnya masalah kesehatan yang terdapat pada sekelompok manusia. Untuk dapat mengetahui frekuensi suatu masalah kesehatan dengan tepat ada dua hal pokok yang harus dilakukan yakni menemukan masalah yang dimaksud untuk kemudian dilanjutkan dengan melakukan pengukuran atas masalah kesehatan yang ditemukan tersebut.
  1. Penyebaran masalah kesehatan
Yang dimaksud dengan penyebaran masalah kesehatan disini adalah menunjukkan kepada pengelompokkan masalah keehatan menurut suatu keadaan tertentu. Dimana dalam epidemiologi keadaan tertentu yang dimaksud dibedakan atas tiga macam yakni menurut ciri-ciri : manusia (man), tempat (place), dan menurut waktu (time).
  1. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Yang dimaksud dengan faktor-faktor yang mempengaruhi disini ialah menunjuk kepada faktor penyebab dari suatu masalah kesehatan, baik yang menerangkan frekuensi, penyebaran dan ataupun yang menerangkan penyebab munculnya masalah kesehatan itu sendiri. Untuk ini ada tiga hal pokok yang lazim dilakukan yakni merumuskan hipotesa tentang penyebab yang dimaksud, melakukan pengujian terhadap rumusan hipotesa yang telah disusun dan setelah itu menarik kesimpulan terhadapnya. Dengan diketahuinya penyebab suatu masalah kesehatan, dapatlah disusun langkah-langkah penanggulangan selanjutnya dari masalah tersebut.
  1. Sejarah Perkembangan Epidemiologi
Tokoh-tokoh di bidang kedokteran dan epidemiologi telah mengkaji penyakit dan cara penyebaran epidemi dalam kelompok manusia sejak awal dilakukannya pencatatan. Penelitian kecil harus dilakukan untuk memberikan kontribusi besar yang akan tercapai kemudian. Banyak keterkaitan antara kejadian yang harus ditemukan untuk mencari penyebab suatu penyakit. Kejadian tersebut tidak selalu muncul dalam urutan yang kronologis dan jelas, atau terjadi di negara yang sama, atau bahkan pada benua yang sama. Potongan temuan atau kegiatan dapat muncul kapan saja dan di belahan dunia mana saja. Perkembangan sejarah epidemiologi ini dapat dibedakan atas emat tahap, yaitu :
  1. Tahap pengamatan
Cara awal untuk mengetahui frekuensi dan penyebaran suatu masalah kesehatan serta faktor-faktor yang mempengaruhi ini dilakukan dengan pengamatan (observasi). Dari hasil pengamatan tersebut, Hippocrates (ahli epidemiologi pertama/460-377SM) lebih kurang 2400 tahun yang lalu berhasil menyimpulkan adanya hubungan antara timbul atau tidaknya penyakit dengan lingkungan. Pendapat ini dituliskannya dalam bukunya yang terkenal yakni : Udara, Air, dan Tempat.
Sekalipun Hippocrates tidak berhasil membuktikan pendapatnya tersebut, karena memang pengetahuan untuk itu belum berkembang, tetapi dari apa yang dikemukakan oleh Bapak Ilmu Kedokteran ini dipandang telah merupakan landasan perkembangan selanjutnya dari epidemiologi. Tahap perkembangan awal epidemiologi yang seperti ini dikenal dengan nama “Tahap Penyakit dan Lingkungan”.
  1. Tahap perhitungan
Tahap perkembangan selanjutnya dari epidemiologi disebut dengan tahap perhitungan. Pada tahap ini upaya untuk mengukur frekuensi dan penyebaran suatu masalah kesehatan, dilakukan dengan bantuan ilmu hitung.
Ilmu hitung masuk ke epidemiologi adalah berkat jasa Jonh Graunt (1662) melakukan pencatatan dan perhitungan terhadap angka kematian yang terjadi di kota London. John Graunt tidak melanjutkan penelitiannya dalam epidemiologi, tetapi beralih kepada peristiwa-peristiwa kehidupan. John Graunt lebih dikenal dengan sebutan Bapak Statistik Kehidupan. Tahap kedua perkembangan epidemiologi yang seperti ini dikenal dengan nama “Tahap Menghitung dan Mengukur”.
  1. Tahap pengkajian
John graunt memang berhasil memberikan gambaran tetang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan, tetapi belum untuk faktor-faktor yang mempengaruhinya. Karena ketidak puasan terhadap hasil yang diperoleh, maka dikembangkan teknik yang lain yang dikenal sebagai teknik pengkajian.
Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh William Farr (1839) yang melakukan pengkajian data. Dari pengkajian ini dibuktikan adanya hubungan statistik antara peristiwa kehidupan dengan keadaan kesehatan masyarakat, seperti : adanya hubungan status pendidikan dengan tingkat sosial ekonomi penduduk. Cara kerja yang sama juga dilakukan secara terpisah oleh John Snow (1849) yang menemukan adanya hubungan antara timbulnya penyakit kolera dengan sumber air minum penduduk. John Snow menganalisa pada dua perusahaan air minum di London yakni Lambeth Company dan Southwark & Vauxhall Company.
Pekerjaan yang dilakukan oleh William Farr dan John Snow ini hanya melakukan pengkajian data yang telah ada, dalam arti yang terjadi secara alamiah, bukan dari data hasil percobaan. Karena pengkajian data alamiah inilah, maka tahap perkembangan epidemiologi pada waktu itu dikenal dengan nama “Tahap Eksperimental Alamiah”.
  1. Tahap uji coba
Cara kerja uji coba tidak sekedar mengkaji data alamiah saja, tetapi mengkaji data yang diperoleh dari suatu uji coba yang dengan sengaja dilakukan. Uji coba ini telah lama dikenal di kalangan kedokteran, misalnya yang dilakukan oleh Lind (1774) yang melakukan pengobatan kekurangan Vitamin C dengan pemberian jeruk. Atau yang dilakukan oleh Jenner (1796) yang melakukan uji coba vaksin cacar pada manusia.
Penggunaannya dalam epidemiologi memang baru menyusul, kemudian, yakni setelah dilakukan penyempurnaan terhadap metoda yang digunakan berupa menerapkan prinsip Double Blinf Controlled Trial serta pengembangan aspek etis dari penelitian dengan objek manusia seperti misalnya yang tercantum dalam Kode Etik Kedokteran, Deklarasi Helzinki, dan Deklarasi Hak Asasi Manusia.
Saat ini uji coba banyak dilakukan di klinik (clinical trial) dan di lapangan (intervention study). Tahap ini dikenal dengan “Tahap Studi Intervensi”.
  1. Macam-Macam Epidemiologi
Apabila batasan epidemiologi disimak secara mendalam, segeralah terlihat bahwa epidemiologi pada dasarnya dapat dibedakan atas dua macam, yakni:
  1. Epidemiologi Deskriptif
Disebut epidemiologi deskriptif apabila hanya mempelajari tentang frekuensi dan penyebaran suatu masalah kesehatan saja, tanpa memandang perlu mencarikan jawaban terhadap faktor-faktor penyebab yang mempengaruhi frekuensi, penyebaran, dan atau munculnya masalah kesehatan tersebut. Keterangan tentang frekuensi menunjuk kepada besarnya masalah kesehatan yang ditemukan di masyarakat, sedangkan keterangan tentang penyebaran lazimnya dibedakan menurut ciri-ciri manusia, tempat ataupun waktu terjadinya suatu masalah kesehatan.
Hasil dari pekerjaan epidemiologi deskriptif ini hanya menjawab pertanyaan siapa (who), dimana (where), dan kapan (when) dari timbulnya suatu masalah kesehatan tersebut.
Contoh:
  1. Ingin mengetahui frekuensi (banyaknya) penderita TBC Paru di suatu daerah. Untuk ini dikumpulkanlah data tentang penderita penyakit TBC Paru di daerah tersebut.
  2. Ingin mengetahui penyebaran penyakit TBC Paru menurut susunan umur dan jenis kelamin di suatu daerah. Sama halnya dengan frekuensi di sini juga dilakukan pengumpulan data tentang penyakit TBC Paru di daerah tersebut untuk kemudian disajikan menurut kelompok susunan umur serta jenis kelamin.
  3. Epidemiologi Analitik
Disebut epidemiologi analitik bila telah mencakup pencarian jawaban terhadap penyebab terjadinya frekuensi, penyebaran serta munculnya suatu masalah kesehatan. Di sini diupayakan tersedianya jawaban terhadap faktor-faktor penyebab yang dimaksud (why), untuk kemudian dianalisa hubungannya dengan akibat yang ditimbulkan. Adapun yang disebut sebagai penyebab di sini menunjuk kepada faktor-faktor yang mempengaruhi, sedangkan akibat menunjuk kepada frekuensi penyebaran serta adanya suatu masalah kesehatan.
Contoh:
  1. Ingin mengetahui pengaruh rokok terhadap timbulnya penyakit kanker paru. Untuk ini dilakukan perbandingan antara kelompok orang merokok dengan yang tidak merokok, kemudian dilihat jumlah penderita penyakit kanker paru untuk masing-masing kelompok. Dari perbedaan yang ada dapat disimpulkan ada atau tidaknya pengaruh rokok terhadap penyakit kanker paru tersebut.
  2. Ingin mengetahui penyebab timbulnya penyakit demam berdarah di suatu daerah. Untuk ini dibandingkan hal-hal khusus yang terdapat di daerah yang terjangkit dengan hal-hal khusus yang terdapat di daerah yang tidak terjangkit. Kesimpulan tentang penyebab penyakit dapat ditarik dari perbedaan yang ditemukan.
  1. Ruang Lingkup Epidemiologi
Seperti berbagai cabang ilmu lainnya, epidemiologi juga mempunyai ruang lingkup kegiatan tersendiri. Ruang lingkup yang dimaksud secara sederhana dapat dibedakan atas tiga macam, yakni:
  1. Subjek dan objek epidemiologi adalah masalah kesehatan
Pada tahap awal perkembangan epidemiologi, masalah kesehatan yang dimaksud hanyalah penyakit infeksi dan menular saja (infectious and commnunicable diseases). Adanya pembatasan yang seperti ini mudah dipahami, karena pada waktu itu pengetahuan tentang masalah kesehatan masih terbatas. Yang dimaksud dengan masalah kesehatan hanya penyakit saja, dan yang dimaksud dengan penyakit hanyalah penyakit infeksi dan menular saja. Pada waktu itu memang ada anggapan bahwa masalah kesehatan yang dapat berada dalam frekuensi yang tinggi dan menyebar secara meluas di masyarakat hanyalah penyakit infeksi dan penyakit menular.
Pada tahap selanjutnya, pembatasan yang seperti ini mulai ditinggalkan. Dari berbagai penelitian akhirnya diketahui bahwa penyakit yang tidak bersifat infeksi dan atau menular dapat pula berada dalam frekuensi yang tinggi serta menyebar secara meluas di masyarakat. Perkembangan yang seperti ini mendorong bertambah luasnya ruang lingkup epidemiologi, yakni mulai pula mencakup penyakit-penyakit yang tidak bersifat infeksi dan menular tersebut. Dengan kata lain, sesuai dengan perkembangan yang seperti ini, epidemiologi tidak lagi membatasi diri hanya pada penyakit infeksi dan penyakit menular saja, tetapi telah mencakup pula berbagai macam penyakit yang ada di masyarakat.
Pada tahap selanjutnya, pembatasan yang seperti ini mulai ditinggalkan. Dari berbagai penelitian akhirnya diketahui bahwa penyakit yang tidak bersifat infeksi dan atau menular dapat pula berada dalam frekuensi yang tinggi serta menyebar secara meluas di masyarakat. Perkembangan yang seperti ini mendorong bertambah luasnya ruang lingkup epidemiologi, yakni mulai pula mencakup penyakit-penyakit yang tidak bersifat infeksi dan menular tersebut. Dengan perkataan lain, sesuai dengan perkembangan yang seperti ini, epidemiologi tidak lagi membatasi diri hanya pada penyakit infeksi dan penyakit menular saja, tetapi telah mencakup pula berbagai macam penyakit yang ada di masyarakat.
Pada tahap perkembangannya yang mutakhir, ruang lingkup epidemiologi makin lebih dikembangkan, yakni tidak hanya sekedar membahas masalah penyakit saja, tetapi sudah mencakup semua masalah kesehatan yang yang ditemukan di masyarakat. Pada saat ini metode epidemiologi banyak digunakan pada masalah-masalah kesehatan yang bukan penyakit, seperti misalnya dalam program keluarga berencana, dalam program perbaikan lingkungan pemukiman, dalam program pengadaan tenaga dan sarana pelayanan kesehatan, dan lain sebagainya yag seperti ini.
Dalam membahas masalah-masalah kesehatan bukan penyakit ini, cara kerja yang ditempuh adalah sama yakni meninjau frekuensi, penyebaran serta faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi dan penyebaran yang dimaksud. Ambil contoh untuk program pengadaan tenaga kesehatan misalnya, dibahas frekuensi tenaga kesehatan yang tersedia, penyebaran tenaga kesehatan tersebut serta faktor-faktor yang menjadi penyebab kenapa frekuensi tenaga kesehatan kurang menyebar secara merata di daerah pedesaan misalnya.
  1. Masalah kesehatan yang dimaksud menunjuk kepada masalah kesehatan yang ditemukan pada sekelompok manusia
Epidemiologi seperti ilmu kedokteran klinik, juga mempelajari masalah kesehatan yang berupa penyakit. Perbedaannya, epidemiologi lebih memusatkan perhatiannya pada penyakit yang ada di masyarakat, sedangkan ilmu kedokteran klinik lebih memperhatikan penyakit yang diderita oleh orang perorang. Perbedaan yang seperti ini merupakan perbedaan yang amat pokok sekali, yang menjadi salah satu ciri utama dari pekerjaan epidemiologi.
Seorang epidemiolog dalam mempelajari masalah kesehatan berupa penyakit tersebut, mencoba memanfaatkan data dari kajian terhadap sekelompok manusia. Untuk kemudian sesuai dengan penyebab yang ditemukan, disusun upaya untuk menaggulanginya.
Para ahli kedokteran klinik tidak melakukan pekerjaan yang seperti ini. Ahli kedokteran klinik tidak begitu menghiraukan frekuensi dan penyebaran penyakit di masyarakat. Yang dipentingkan ialah penyakit yang diderita oleh pasien yang datang meminta pertolongan. Untuk itu dilakukanlah anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium serta berbagai pemeriksaan penunjang lainnya. Hasil dari berbagai pemeriksaan ini dirumuskan dalam bentuk diagnosa untuk selanjutnya diikuti dengan pengobatan sesuai dengan diagnosa yang ditegakkan.
  1. Dalam merumuskan penyebab timbulnya suatu masalah kesehatan dimanfaatkan data tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan tersebut
Dengan epidemiologi akan diketahui banyak hal tentang suatu masalah kesehatan, termasuk penyebab timbulnya masalah kesehatan tersebut. Dalam merumuskan penyebab masalah kesehatan ini, cara yang ditempuh bukan dengan menganalisa hasil pemeriksaan medis orang perorang, melainkan menganalisa data tentang frekuensi dan peneybaran masalah kesehatan tersebut yang ada di masyarakat.
Para epidemiolog mencari jawaban atas penyebab penyakit dengan memanfaatkan keterangan tentang adanya perbedaan frekuensi dan ataupun penyebaran suatu masalah kesehatan yang ditemukan di masyarakat. Dengan memanfaatkan perbedaan yang ditemukan tersebut dan kemudian dibantu oleh berbagai macam uji statistik, dapat dirumuskan penyebab masalah kesehatan yang dimaksud.
  1. Manfaat epidemiologi
Apabila epidemiologi dapat dipahami dan diterapkan dengan baik, maka akan diperoleh berbagai manfaat yang jika disederhanakan dapat dibedakan atas empat macam, yaitu:
  1. Membantu pekerjaan administrasi kesehatan
Salah satu manfaat epidemiologi dalam administrasi kesehatan adalah membantu pekerjaan perencanaan (planning) dari pelayanan kesehatan. Selain itu, epidemiologi juga bermanfaat pada pemantauan (monitoring) dan penilaian (evaluation) suatu upaya kesehatan. Data yang diperoleh dari pekerjaan epidemiologi akan dapat dimanfaatkan untuk melihat apakah upaya yang dilakukan telah sesuai dengan rencana atau tidak (pemantauan) dan ataukah tujuan yang ditetapkan telah tercapai atau tidak (penilaian).
  1. Dapat menerangkan penyebab suatu masalah kesehatan
Uraian yang disampaikan dalam tiga butir ruang lingkup epidemiologi adalah contoh dari manfaat epidemiologi dalam menerangkan penyebab suatu masalah kesehatan, dapatlah disusun langkah-langkah penanggulangan selanjutnya, baik yang bersifat pencegahan dan ataupun yang bersifat pengobatan.
  1. Dapat menerangkan perkembangan alamiah suatu penyakit
Salah satu dari masalah kesehatan yang amat penting ialah tentang penyakit. Dengan menggunakan metode epidemiologi dapatlah diterangkan riwayat alamiah perkembangan suatu penyakit (natural history of disease). Pengetahuan tentang perkembangan alamiah ini amat penting dalam menggambarkan perjalanan suatu penyakit. Dengan pengetahuan tersebut dapat dilakukan berbagai upaya untuk menghentikan perjalanan penyakit sedemikian rupa sehingga penyakit tidak sampai berkelanjutan.
Bantuan epidemiologi dalam menerangkan perkembangan alamiah suatu penyakit ialah melalui pemanfaatan keterangan tentang frekuensi dan penyebaran penyakit, terutama penyebaran penyakit menurut waktu. Dengan diketahuinya waktu muncul dan berakhirnya suatu penyakit, dalaptlah diperkirakan perkembangan penyakit tersebut.
  1. Dapat menerangkan keadaan suatu masalah kesehatan
Karena epidemiologi mempelajari tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan maka akan diperoleh keterangan tentang keadaan masalah kesehatan tersebut. Keadaan yang dimaksud di sini merupakan perpaduan dari keterangan menurut ciri-ciri manusia, tempat, dan waktu. Perpaduan yang seperti ini menghasilkan empat keadaan masalah kesehatan, yaitu:
  1. Epidemi
Epidemi adalah keadaan dimana suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit) yang ditemukan pada suatu daerah tertentu dalam waktu yang singkat berada dalam frekuensi yang meningkat.
  1. Pandemi
Pandemi adalah suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan (penyakit) frekuensi dalam waktu singkat memperlihatkan peningkatan yang amat tinggi serta penyebarannya telah mencakup suatu wilayah yang amat luas.
  1. Endemi
Endemi adalah suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan (penyakit)frekuensinya pada suatu wilayah tertentu menetap dalam waktu yang lama.
  1. Sporadik
Sporadik adalah suatu keadaan dimana suatu masalah (penyakit) yang ada disuatu wilayah tetentu frekuensinya berubah-ubah menurut perubahan waktu.
BAB III
PENUTUP

  1. Kesimpulan
Epidemiologi dapat didefenisiskan sebagai cabang ilumu yang mempelajari penyebaran penyakit dan faktor-faktor yang menentukan terjadinya penyakit pada manusia.
Apabila batasan epidemiologi disimak secara mendalam, terlihat bahwa epidemiologi pada dasarnya dapat dibedakan atas dua macam, yakni:
  1. Epidemiologi deskriptif
  2. Epidemiologi analitik
Epidemiologi mempunyai ruang lingkup kegiatan tersendiri. Ruang lingkup yang dimaksud secara sederhana dapat dibedakan atas tiga macam, yakni:
  1. Subjek dan objek epidemiologi adalah masalah kesehatan
  2. Masalah kesehatan yang dimaksud menunjuk kepada masalah kesehatan yang ditemukan pada sekelompok manusia
  3. Dalam merumuskan penyebab timbulnya suatu masalah kesehatan dimanfaatkan data tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan tersebut
Apabila epidemiologi dapat dipahami dan diterapkan dengan baik, maka akan diperoleh berbagai manfaat yang jika disederhanakan dapat dibedakan atas empat macam, yaitu:
  1. Membantu pekerjaan administrasi kesehatan
  2. Dapat menerangkan penyebab suatu masalah kesehatan
  3. Dapat menerangkan perkembangan alamiah suatu penyakit
  4. Dapat menerangkan keadaan suatu masalah kesehatan
  1. Saran
Dengan memahami epidemiologi diharapkan dapat menerapkannya dalam penyelesaian masalah kesehatan. Sehingga berbagai masalah kesehatan lebih dapat segera diselesaikan dengan menggunakan pemahaman dan cara-cara epidemiologi.
DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Azrul.1999.Pengantar Epidemiologi.Jakarta:Binarupa Aksara
Murti, Bhisma.2003.Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi.Yogyakarta:Gadjah Mada University Press
MN, Bustan.2002.Pengantar Epidemiologi.Jakarta:Rineka Cipta
Budiarto,Eko.2003.Pengantar Epidemiologi.Jakarta:EGC
Entjang,Indah.1979.Ilmu Kesehatan Masyarakat.Bandung:Penerbit Alumni
Ririn Nurmandhani
E2A009042
FKM UNDIP