Jumat, 06 Juli 2012

PERBAIKAN JALAN, TRADISI PELENGKAP MUDIK


Setiap menjelang lebaran pasti kita selalu melihat banyak pekerja di beberapa  ruas jalan raya yang melakukan perbaikan jalan. Seperti “kebetulan” yang berulang, perbaikan jalan menjadi kebiasaan menjelang lebaran. Pengalaman ini saya alami pada bulan ramadhan tahun lalu, kami sekeluarga mengunjungi saudara yang bertempat tinggal di Pekalongan. Kami mengambil rute dari Semarang ke Pekalongan melewati Kendal. Pada saat itu bulan ramadhan dan sudah hampir mendekati lebaran maka arus lalu lintas menjadi semakin padat, ditambah lagi dengan adanya perbaikan jalan oleh para pekerja proyek. Banyaknya kendaraan yang lalu lalang saja sudah membuat beberapa titik kemacetan di sepanjang jalan raya Kendal, mengingat jalan raya Kendal adalah jalur pantura dengan arus kendaraan yang sudah cukup ramai di hari biasa, ditambah lagi dengan alat – alat berat untuk perbaikan jalan, material, dan para pekerja sehingga memperparah kemacetan yang ada. Waktu tempuh yang seharusnya hanya 2 jam sampai 3 jam, akibat perbaikan di sepanjang jalan menjadi hampir 6 jam. Keadaan seperti ini sangat mengganggu pengguna jalan, apalagi banyak debu bertebaran yang dapat menggangu jarak pandang. Yang bisa saya lakukan sebagai pengguna jalan adalah menunggu dalam kemacetan. Beberapa pekerja proyek mencoba membantu mengurangi kemacetan dengan membuka tutup jalur menjadi 1 arah, tetapi ini tidak berdampak banyak karena banyaknya kendaraan yang lalu lalang dan tidak sabar untuk menunggu. Seperti jamur di musim hujan, kejadian seperti ini tidak hanya terjadi di sepanjang jalan raya Kendal saja tetapi juga terjadi di beberapa daerah yang lain. Memang, perbaikan jalan menjelang lebaran sudah menjadi tradisi pelengkap mudik di Indonesia.
Dari cerita di atas dapat disimpulkan bahwa proyek perbaikan jalan perlu untuk dilakukan mengingat banyaknya pengguna jalan pantura yang didominasi oleh kendaraan pribadi, kendaraan umum dan juga banyak truk – truk besar yang lalu lalang di jalan ini sehingga prosentase kemungkinan kerusakan jalan menjadi lebih besar dan harus segera diperbaiki. Yang menjadi masalah dalam proyek ini adalah waktu pelaksanaanya. Proyek perbaikan jalan raya memang sudah dialokasikan dalam anggaran pemerintah dan untuk waktu pelaksanaannya dilakukan sepanjang tahun, tidak hanya saat menjelang lebaran. Tetapi realisasi di lapangan, banyak proyek perbaikan jalan yang dilakukan menjelang lebaran dan ditargetkan pekerjaan tersebut selesai sebelum lebaran. Jika pekerjaan belum selesai saat lebaran maka proyek dihentikan pada H – 7 sampai H + 7 lebaran agar arus mudik tidak terganggu. Tetapi hal ini menimbulkan masalah baru lagi karena tumpukan material yang ada ditinggal di bahu jalan sehingga tetap menimbulkan kemacetan seiring dengan makin meningkatnya arus kendaraan menjelang lebaran.

Senin, 17 Oktober 2011

Tugas Epidemiologi Penularan Penyakit Menular & Non Menular


Tugas lagi dari dosen tercinta :D
Tugas yang sekarang adalaahhh....
analis 10 penyakit menular mulai analisis dari agen penyebab, lingkungan yang berpengaruh, sampai gimana cara penularan penyakitnya.
Dan 10 penyakit yang beruntung untuk dianalisis adalah :
  1. Penyakit Kusta
  2. Penyakit Tuberkulosis
  3. Penyakit DBD
  4. Penyakit Malaria
  5. Penyakit Chikungunya
  6. Penyakit HIV AIDS
  7. Penyakit Avian Influenza
  8. Penyakit Hepatitis A
  9. Penyakit Hepatitis B
  10. Penyakit Leptospirosis
yang mau iseng - iseng baca, bisa dibaca di link ajaib ini :D
selamat membaca, semoga bisa menjadi bahan referensi ngerjain tugas :D

Kamis, 28 April 2011

FORM CV STOPHIVA

SALAM STOPPER!!

Teman" STOPHIVA link FORM CV bisa didownload di sini

Setelah diisi kirIm ke nurmandhani@gmail.com

Maksimal hari SABTU, 30 APRIL 2011
TERIMA KASIH :D

Rabu, 20 April 2011

RESUME GIZI



 (GIZI DAN PRODUKTIVITAS KERJA)

Masalah KVA, GAKY, Anemia dan Obesitas di Perusahaan
DAMPAK DAN PENANGANAN KVA, GAKY, KEP, ANEMIA DAN OBESITAS PADA PEKERJA DI PERUSAHAAN


RESUME JURNAL
Pekerja adalah aset utama perusahaan tinggi rendahnya output yang dihasilkan oleh perusahaa sehingga untuk menghasilkan produktivitas yang tinggi dan produk yang berkualitas maka kesehatan pekerja sangat penting untuk diperhatikan. Kesehatan pekerja berdampak pada produktivitas kerja maka dari itu perusahaan harus memelihara kesehatan pekerja dari beberapa kasus kesehatan seperti berikut :
1.      Kekurangan Energi Protein (KEP) pada Pekerja
2.      Kekurangan Vitamin A (KVA) pada pekerja
3.      Obesitas pada pekerja
4.      Kekurangan Yodium (GAKY) pada pekerja
5.      Anemia pada pekerja
Setiap perusahaan menginginkan pekerjanya selalu dalam keadaan sehat dan hal-hal diatas perlu dicegah sehingga nantinya tidak mengganggu stabilitas perusahaan dikarenakan produktivitas pekerja yang menurun. Masalah kesehatan pekerja adalah tanggung jawab dari perusahaan yang telah diatur dalam undang-undang Departemen Tenaga Kerja No.01/MEN/1970 tentang upaya pemeliharaan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja. Sedangkan modal utama pelaksanaan pemeliharaan kesehatan pekerja diperusahaan adalah komitmen dari pengusaha untuk melaksanakan peraturan ditetapkan.
Upaya-upaya pemeliharaan kesehatan pekerja terus dilaksanakan oleh perusahaan guna menjaga pekerja agar selalu dalam kondisi yang sehat dan maksimal sehingga tidak akan mengganggu produktivitas kerja yang akhirnya berdampak pada perkembangan perusahaan.
I.             Kekurangan Energi Protein (KEP) pada pekerja
Di Indonesia masalah kekurangan pangan dan kelaparan merupakan salah satu masalah pokok yang dihadapi terutama pada daerah dengan tingkat ekonomi rendah. Penyebab langsung terjadinya KEP adalah konsumsi yang kurang dalam jangka waktu yang lama. Beberapa faktor penting yang diduga menjadi penyebab timbulnya KEP pada pekerja disuatu perusahaan yaitu tingkat upah kerja, penyediaan makanan oleh perusahaan, pelayanan dari pemerintah, dan harga pangan. Dampak KEP antara lain : Menurunkan mutu fisik dan intelektual, menurunkan daya tahan tubuh, dan meningkatnya resiko kesakitan dan kematian. Beberapa program yang mungkin dilaksanakan untuk menanggulangi KEP pada pekerja di perusahaan antara lain : Peningkatan tunjangan oleh perusahaan, Penyediaan Makanan sehat oleh perusahaan, menyediakan sarana dan prasarana Kesehatan di perusahaan, dan Monitoring pada pekerja
II.          Kekurangan Vitamin A (KVA) pada pekerja
Pada pekerja, penyebab primer dari KVA adalah penyediaan makanan oleh perusahaan kurang nilai gizi dan pendapatan yang rendah. Sedangkan penyebab sekunder adalah adanya kegagalan penyerapan lemak di usus. Akibat dari kekurangan vitamin A :
a.       Terhambatnya pertumbuhan tulang yang terhambat dan dapat menyebabkan perubahan bentuk tulang. Pada pekerja yang masih muda tentunya akan sangat mengganggu pertumbuhannya.
b.      Dapat mengakibatkan kerusakan pada gigi dan terhentinya pertumbuhan sel-sel pembentuk gigi.
c.       Mempengaruhi sistem tulang dan syaraf sehingga dapat mengakibatkan kelumpuhan.
d.      Anemia adalah salah satu akibat dari kekurangan vitamin A. Tentunya akan sangat merugikan bagi perusahaan jika pekerjanya tidak dalam keadaan maksimal dalam melakukan pekerjaannya.
Program yang perlu dilaksanakan untuk mencegah KVA adalah penyelenggaraan makanan sehat oleh perusahaan, penyediaan Suplemen vitamin A, penyediaan layanan kesehatan, serta upaya rehabilitatif
III.       Obesitas pada pekerja
Faktor yang mempengaruhi kejadian obesiatas pada pekerja : Stress akibat pekerjaan, Aktivitas yang sedikit, Pola makan abnormal, dan Jenis makanan yang di konsumsi
Obesitas pada pekerja juga berdampak buruk bagi perusahaan sehingga perlu adanya beberapa program pengendalian yang bisa dilakukan, yaitu : Penyediaan fasilitas olah raga di perusahaan,peningkatan kualitas pangan oleh perusahaan, Program traveling, dan Pelayanan Kesehatan.
IV.       Kekurangan Yodium (GAKY) pada Pekerja
Penyakit ini bisa disebut defisiensi yodium atau kekurangan yodium. Penyebab seorang pekerja terkena GAKY yaitu : Jenis makanan yang dikonsumsi, Kondisi Fisik, dan Kondisi lingkungan
Pemecahannya sangat sederhana, yaitu dengan :
1.      Berikan satu sendok yodium pada setiap orang yang membutuhkan, dan terus menerus. Karena yodium tidak dapat disimpan oleh tubuh dalam waktu lama, dan hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit sehingga harus berlangsung terus menerus.
2.      Pada daerah kekurangan yodium endemik akibat tanah dan hasil panen serta rumput untuk makanan ternak tidak cukup kandungan yodiumnya untuk dikonsumsi oleh pekerja setempat, maka suplementasi dan fortifikasi yodium yang diberikan terus menerus sangat tinggi angka keberhasilannya.
3.      Penyuluhan kesehatan secara berkala pada pekerja perlu dilakukan, demikian juga perlu diberikan penjelasan pada pembuat keputusan, dan tentunya juga diberikan tambahan pengetahuan dari tenaga kesehatan dari perusahaan setempat.
4.      Pelayanan kesehatan juga diperlukan sebagai upaya rehabilitatif pada pekerja yang terkena GAKY sehingga pekerja mendapat perlindungan kesehatan.
V.          Anemia pada pekerja
Anemia Karena Kekurangan Zat Besi adalah suatu keadaan dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin (protein pengangkut oksigen) dalam sel darah berada dibawah normal, yang disebabkan karena kekurangan zat besi. Penyebab pekerja menderita anemia yaitu : Jenis Makanan yang disediakan perusahaan kurang zat besi, Pendarahan pada pekerja, Pasca menopause pada pria dan wanita, serta Wanita pre-menopause.
Beberapa pengendalian yang harus diterapkan diperusahaan untuk mengurangi kejadian anemia diperusahaan antara lain : Peningkatan mutu pangan yang disediakan perusahaan, Mengendalikan perdarahan menstruasi yang sangat banyak pada pekerja yang mengalami menstruasi, Menyediakan suplemen zat besi, Pelayanan kesehatan, dan Monitoring pekerja rentan terhadap Anemia.
















(GIZI DAN KETAHANAN FISIK)

MASALAH GIZI DALAM KAITANNYA DENGAN KETAHANAN FISIK DAN PRODUKTIFITAS KERJA

Dr. LINDA T. MAAS, MPH
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Sumber : Usu digital library

RESUME JURNAL

Peningkatan gizi pekerja diharapkan daya tahan tubuh mereka akan meningkat dan sebagai konsekuensinya akan meningkat pulalah produktifitas kerjanya. Makanan yang bergizi adalah makanan yang mengandung zat-zat nutrien yang dibutuhkan oleh tubuh agar tubuh dapat melakukan fungsi-fungsinya dengan sebaik-baiknya.
Kebutuhan akan zat-zat ini berbeda-beda dan perbedaan ini tergantung dari umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan ataupun kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Pada wanita dewasa, kalori yang dibutuhkan berkisar antara 1.600 -2000 kilokalori, sedangkan pria dewasa membutuhkan sekitar 2.500 -3.000 kilokalori setiap harinya. Secara umum pengaruh gizi pada manusia sangatlah kompleks, antara lain dapat berpengaruh terhadap perkembangan mental, perkembangan fisik, produktivitas dan kesanggupan kerja yang mana kesemua ini sangatlah erat hubungannya dengan perbaikan atau peningkatan pendapatan masyarakat. Dengan demikian agar dapat melakukan kerja seoptimal mungkin sangatlah perlu diperhatikan kualitas makanan yang dimakan, hendaknyalah memakan makanan yang cukup mengandung zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh atau makanan yang berimbang (balanced diet).
Selain itu, ada dugaan bahwa gizi salah yang diderita pada masa janin dapat menimbulkan kelainan kromosoma yang bisa berakibatkan pada perilaku abnormal ataupun kelainan-kelainan yang akan bertahan selama hidup. Masalah lain yang dapat diakibatkan oleh gizi salah ini adalah gangguan perkembangan Fisik. Perawatan yang tentunya termasuk gizi dalam hal ini cukup menentukan kondisi seseorang selanjutnya dan ini tentunya sedikit banyaknya akan berkaitan dengan produktifitas kerja dan kualitas hidupnya di kemudian hari. Sebenarnya, dalam pembahasan gizi salah yang dapat menimbulkan masalah kesehatan tidaklah semata-mata hanya keadaan kurang gizi, namun kelebihan gizipun dapat menimbulkan gangguan pada manusia. Jadi kalau kita tilik lebih dalam yang tergolong dalam gizi salah (malnutrisi) ini ada dua golongan, yaitu kurang gizi (under nutrition) dan kelebihan gizi (over nutrition).
Pada negara-negara berkembang pada umumnya banyak dijumpai keadaan kurang gizi yang sering disebut dengan Kurang Energi Protein (KEP), Defisiensi vitamin A, Gangguan Akibat Kekurangan lodium (GAKI) dan lain-lain yang nantinya dapat berakibat pada turunnya daya tubuh dan memudahkan untuk mendapat penyakit-penyakit infeksi ataupun gangguan lain. Dengan melihat kondisi ini, maka saat ini Indonesia sedang menghadapi dua masalah atau problema ganda gizi dimana diperlukan pemecahan masalah yang tepat sehingga diharapkan kualitas sumber daya akan meningkat yang pada akhirnya juga berhubungan dengan tingkat produktifitasnya.
Produktifitas kerja pada hakekatnya ditentukan oleh banyak faktor, faktor manusia dan faktor di luar diri manusia. Faktor manusia dapat dibagi dalam faktor fisik dan faktor non fisik, sedangkan faktor di luar diri manusia dapat berupa tekno-struktur yang dipakai dalam bekerja, sistem manajemen perusahaan, dan lain-lain. Upaya perbaikan kesejahteraan tenaga kerja secara menyeluruh secara jelas dicakup dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, 1988 pada Kebijaksanaan di bidang perlindungan tenaga kerja yang ditujukan pada perbaikan upah, syarat kerja, kondisi kerja, hubungan kerja, keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam kesehatan kerja tercakup tiga aspek penting yaitu mengenai kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja dimana tujuannya adalah agar masyarakat dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya. Gizi dalam hati ini merupakan salah satu faktor penentu kapasitas kerja. Masukan gizi yang cukup kualitas dan kuantitasnya sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan pembangunan fisik maupun mental. Dari berbagai penelitian yang dilakukan ternyata bahwa gizi mempunyai kaitan dengan produktifitas kerja; hal ini terbukti dari hasil-hasil penelitian yang menunjukkan bahwa secara umum kurang gizi akan menurunkan daya kerja serta produktifitas kerja.
Dalam melakukan pekerjaannya, perlu disadari bahwa masyarakat pekerja yang sehat akan bekerja dengan giat, tekun, produktif dan teliti sehingga dapat mencegah kecelakaan yang mungkin terjadi selama bekerja. Dapat dibayangkan apabila pekerja mengalami kurang gizi, hal ini paling tidak akan mengurangi konsentrasi bekerja ataupun ketelitiannya dalam melakukan kerja; kondisi ini tentunya sangat membahayakan keselamatannya apalagi kalau pekerja tersebut bekerja dengan menggunakan alat-alat yang dalam penggunaannya sangat membutuhkan konsentrasi dan perhatian yang tinggi karena kalau tidak berhati-hati dapat menimbulkan kecelakaan.
Di dalam Pembangunan Jangka Panjang tahap II, kreatifitas dan peningkatan produktifitas kerja sangat diharapkan. Untuk dapat memenuhi tuntutan ini, mutu ataupun kualitas sumber daya manusia perlu mendapat perhatian yang cukup besar. Ada beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas sumber daya manusia. Pertama, Indeks Mutu Hidup atau Physical Quality of Life Index (PQLI). Kedua, Human Development Index (HDI) yang dikembangkan oleh UNDP. Ketiga, yang sekarang dalam taraf pengembangan oleh BAPPENAS, yakni Social Development Index (SDl). Dalam ketiga indikator yang disebut diatas, unsur yang menyangkut derajat kesehatan selalu merupakan salah satu unsurnya. Hal ini menunjukkan bahwa derajat kesehatan merupakan kontributor penting bagi kualitas sumber daya manusia yang mana erat kaitannya dengan kreativitas dan peningkatan produktiftas kerja yang selanjutnya akan dapat meningkatkan perekonomian clan pendapatan masyarakat.
Kebijaksanaan penyesuaian pembangunan ekonomi tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi tetapi juga untuk membangun manusia. Untuk itu kegiatan pembangunan agar memberikan perhatian yang lebih besar terhadap program-program pendidikan dasar, pelayanan kesehatan dasar, perbaikan gizi. Derajat kesehatan yang baik mempunyai dampak positif yang langsung terhadap laju pembangunan. Rakyat yang semakin sehat, bukan hanya merupakan tujuan tetapi juga sarana agar laju pembangunan dapat dipercepat. Derajat kesehatan yang makin baik akan meningkat produktifitas tenaga kerja, mengurangi jumlah hari-hari ia tidak masuk kerja karena sakit serta memperpanjang umur produktifnya.
Tonny Sajimin dari Jurusan Medik, Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada mengatakan bahwa status gizi mempunyai korelasi positif dengan kualitas fisik manusia. Makin baik status gizi seseorang semakin baik kualitas fisiknya. Ketahanan dan kemampuan tubuh untuk melakukan pekerjaan dengan produktifitas yang memadai akan lebih dipunyai oleh individu dengan status gizi baik. Selain itu, peranan gizi dengan produktifitas juga ditunjukkan oleh Darwin Karyadi (1984) dalam penelitiannya dimana dengan penambahan gizi terjadi kenaikan produktifitas kerja. Pada dasarnya zat gizi yang dibutuhkan oleh seseorang sangat ditentukan oleh aktifitas yang dilakukannya sehari-hari. Makin berat aktifitas yang dilakukan maka kebutuhan zat gizi akan meningkat pula terutama energi. Upaya perbaikan gizi pekerja berarti meningkatkan kualitas fisik dalam artian peningkatan daya tahan tubuh, peningkatan kesanggupan kerjajuga peningkatan kualitas non fisik seperti kecerdasan, aspirasi yang tinggi dan peningkatan ketrampilan yang selanjutnya dapat meningkatkan tingkat pendapatan pekerja.
















(KERACUNAN MAKANAN)

Mencegah Keracunan Makanan Siap Santap

Ratih Dewanti-Hariyadi

Ratih Dewanti-Hariyadi, PhD adalah staf pengajar dan kepala laboratorium Mikrobiologi Pangan, Jurusan Teknologi pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor


RESUME ARTIKEL

Peristiwa keracunan makanan sering terjadi beberapa minggu terakhir ini. Kasus ini banyak terjadi di perusahaan yang kemungkinan disebabkan oleh makanan katering yang disajikan. Peristiwa keracunan makanan siap santap memang sering terjadi ketika makanan tersebut dimasak dalam skala besar. Di Indonesia, data yang dilaporkan ke Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular menunjukkan bahwa 30% dari kasus-kasus keracunan di Indonesia disebabkan oleh makanan siap santap yang dihasilkan oleh jasa katering. Kasus keracunan makanan diduga sisebabkan mikroba patogen asal pangan (foodborne pathogen). Di Amerika Serikat, sekitar 70% wabah keracunan makanan disebabkan makanan siap santap olahan industri jasa boga. 
Alasan Makanan Siap Santap Menyebabkan Keracunan
Sebagian besar makanan siap santap di Indonesia diproses dengan panas yang tinggi dalam waktu yang cukup lama. Hal ini cukup untuk membunuh bakteri patogen, tetapi tidak untuk pembentuk spora. Oleh karena itu, kemungkinan terbesar keracunan disebabkan oleh bakteri – bakteri tahan panas yang membentuk spora selama pemasakan. Spora ini dapat bergerminasi ketika makanan mengalami pendinginan dan peritiwa ini didukung oleh pendinginan yang lambat sehingga memerlukan waktu lama untuk mencapai suhu yang aman (40C atau lebih rendah). Hal ini menjawab pertanyaan mengapa kebanyakan keracunan makanan siap santap tidak terjadi di rumah – rumah tangga dengan jumlah masakan kecil. Jumlah makanan dengan skala kecil lebih memungkinkan penurunan suhu lebih cepat. Kebiasaan masyarakat Indonesia menyimpan makanan di suhu ruang dan tidak tersedianya sarana pendinginan cepat menyebabkan tumbuh kembalinya bakteri pembentuk spora tersebut.
Keracunan oleh Bakteri Pembentuk Spora
Di Amerika Serikat, kasus keracunan makanan seringkali disebabkan oleh tidak tepatnya proses pendinginan setelah pemasakan. Bakteri – bakteri yang bertahan pada kondisi tersebut misalnya Clostridium perfringens dan Bacillus cereus. Clostridium perfringens yang bergerminasi pada saat pendinginan lambat dan tertelan bersama – sama makanan dapat menginfeksi usus dan menimbulkan gejala khas keracunan seperti diare, mual dan muntah 16 – 24 jam setelah konsumsi. Sedangkan pada Bacillus cereus setelah bergerminasi pada makanan siap santap kemudian tumbuh dan membentuk toksin dalam makanan tersebut. Terdapat 2 macam toksin B. cereus yang telah diketahui dapat menyebabkan keracunan yaitu toksin emetik yang menyebabkan muntah 2-6 jam setelah konsumsi dan toksin diare yang menyebabkan diare 12-24 jam setelah konsumsi.
Keracunan Makanan oleh Bakteri Patogen Bukan Pembentuk Spora
Mengonsumsi makanan yang benar – benar matang dapat menghindarkan kita dari keracunan makanan yang disebabkan patogen yang tidak membentuk spora. Hal ini disebabkan patogen – patogen jenis ini relatif tidak tahan panas dan dapat dimusnahkan selama proses pemasakan. Terkadang, keracunan terjadi karena bakteri patogen bukan pembentuk spora ini. Hal ini terjadi karena kontaminasi silang (cross contamination) maupun kontaminasi ulang (recontamination) yang terjadi setelah pemasakan pemasakan. Kontaminasi silang dapat terjadi jika wadah atau alat pengolahan digunakan bersama – sama baik untuk bahan mentah maupun bahan yang telah matang. Sedangkan kontaminasi ulang terjadi karena wadah tersebut tercemar oleh pekerja yang tidak menjaga kebersihan diri. Dengan kata lain kurangnya sanitasi dan higiene pada proses pemasakan.
Patogen asal pekerja dapat berupa Staphylococcus aureus yang berasal dari rongga mulut, hidung atau tangan pekerja. Jika ada jeda waktu yang cukup antara pemasakan dan konsumsi, S. aureus yang mencemari makanan matang akan tumbuh dan membentuk berbagai enterotoksin. Enterotoksin S. aureus bersifat tahan panas sehingga tidak dapat dihilangkan dengan pemanasan kembali yang benar sekalipun. Keracunan enterotoksin S. aureus dapat dikenali dengan tanda utama muntah 1-6 jam setelah konsumsi makanan tersebut. Bakteri asal pekerja pun dapat mencemari secara tidak langsung melaui air. Yang termasuk dalam patogen enterik ini antara lain Salmonella, Escherichia.coli, Vibrio parahaemolyticus, Campylobacter jejuni dan Listeria monocytogenes. Apabila kandungan air, pH, dan suhu makanan memungkinkan, bakteri ini dapat tumbuh dan berkembang biak yang kemudian menyebabkan infeksi usus. Gejala keracunan yang muncul biasanya lebih lama, yaitu 12-48 jam setelah mengonsumsi dengan gejala penyakit yang umumnya terdiri dari diare, mual, muntah dan demam.
Investigasi Keracunan Makanan
Keracunan yang dilaporkan di Indonesia pada umumnya adalah jenis keracunan makanan dengan skenario konvensional. Ciri - cirinya adalah terjadi pada acara sosial yang dihadiri banyak orang, banyak korban, keracunan bersifat akut namun meliputi daerah yang terbatas, jumlah patogen tinggi, dan seringkali disebabkan oleh kesalahan dalam penangan makanan. Investigasi keracunan jenis ini relatif lebih mudah dilakukan jika sisa makanan masih tersedia. Studi epidemiologi secara case-control maupun secara cohort juga dapat dilakukan karena identitas korban mudah diketahui. Sumberdaya manusia yang cukup dan laboratorium uji yang baik akan sangat menentukan keberhasilan investigasi.
Investigasi akan lebih sulit dilakukan jika ditandai : tersebar luas, disebabkan oleh kontaminasi dalam jumlah rendah, disebabkan oleh makanan yang dijual dalam jangkauan yang lebih luas, dan peningkatan jumlah kasus tidak nyata. Investigasi keracunan ini umumnya hanya dapat disimpulkan dari suatu data surveilan penyakit atau laboratorium.
Pencegahan
Investigasi yang baik dapat mengidentifikasi patogen dan makanan penyebab keracunan serta tahap pengolahan yang bertanggung jawab terhadap terjadinya penyimpangan pada produk makanan. Keracunan oleh bakteri pembentuk spora terutama dapat diatasi dengan pendinginan cepat, dimana makanan yang usai dimasak sesegera mungkin dibawa ke suhu di bawah 4o C jika tidak langsung dikonsumsi. Untuk jumlah makanan yang besar maka sebaiknya diusahakan dapat mencapai suhu 31,5o C dalam waktu 2 jam dan mencapai 4o C dalam 4 jam berikutnya.
Keracunan oleh bakteri pembentuk spora dapat juga diatasi dengan memasak dalam waktu yang dekat dengan waktu penyajian. Pendeknya rentang waktu akan membatasi terjadinya germinasi spora. Disamping itu sel yang bergerminasi dapat dikurangi dengan cara memanaskan kembali makanan sebelum dikonsumsi. Untuk itu maka pemanasan kembali harus dilakukan sehingga suhu makanan siap santap mencapai 60o C atau lebih, karena suhu pemanasan kembali yang tidak cukup dapat merangsang germinasi spora.
Pencegahan keracunan oleh bakteri bukan pembentuk spora dilakukan dengan tujuan untuk mencegah kontaminasi silang maupun kontaminasi ulang, yaitu dengan pemisahan ruang serta peralatan untuk bahan mentah dan matang dapat menghindarkan kontaminasi silang. Pemanasan kembali dengan suhu yang cukup hanya dapat menghilangkan bakteri enterik tetapi tidak dapat menginaktifkan enterotoksin yang telah terlanjur terbentuk oleh S. aureus . Kontaminasi ulang dapat dicegah melalui program sanitasi dan higiene yang baik pada ruangan, peralatan maupun pekerja dan pengawasan kebiasan – kebiasaan pekerja.


Senin, 21 Maret 2011

AIR BORNE DISEASAE "CAMPAK"

CAMPAK

Definisi Campak
Campak (Rubeola, Campak 9 hari) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus campak, dan termasuk penyakit akut dan sangat menular, menyerang hampir semua anak kecil, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis (peradangan selaput ikat mata / konjungtiva) dan ruam kulit. Penyebabnya virus dan menular melalui saluran pernafasan yang keluar saat penderita bernafas, batuk, dan bersin (droplet). Penderita bisa menularkan infeksi ini dalam waktu 2 – 4 hari sebelum timbulnya ruam kulit dan selama ruam kulit ada. Sebelum vaksinasi campak digunakan secara meluas, wabah campak terjadi setiap 2 – 3 tahun, terutama pada anak – anak usia pra–sekolah dan anak – anak SD. Jika seseorang pernah menderita campak, maka seumur hidupnya dia akan kebal terhadap penyakit ini.
Campak ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu: a. stadium kataral, b. stadium erupsi dan c. stadium konvalesensi.
Campak adalah suatu penyakit akut menular, ditandai oleh tiga stadium :
1.      Stadium kataral
Di tandai dengan enantem (bercak koplik) pada mukosa bukal dan faring, demam ringan sampai sedang, konjungtivitis ringan, koryza, dan batuk.
2.      Stadium erupsi
Ditandai dengan ruam makuler yang muncul berturut-turut pada leher dan muka, tubuh, lengan dan kaki dan disertai oleh demam tinggi.
3.      Stadium konvalesensi
Ditandai dengan hilangnya ruam sesuai urutan munculnya ruam, dan terjadi hiperpigmentasi.
Epidemiologi Campak
Distribusi dan Frekuensi Penyakit Campak
Menurut Orang
Campak adalah penyakit yang sangat menular yang dapat menginfeksi anak – anak pada usia dibawah 15 bulan, anak usia sekolah atau remaja dan kadang kala orang dewasa. Campak endemis di masyarakat metropolitan dan mencapai proporsi untuk menjadi epidemi setiap 2-4 tahun ketika terdapat 30-40% anak yang rentan atau belum mendapat vaksinasi. Pada kelompok dan masyarakat yang lebih kecil, epidemi cenderung terjadi lebih luas dan lebih berat. Setiap orang yang telah terkena campak akan memiliki imunitas seumur hidup.
Menurut Tempat
Penyakit campak dapat terjadi dimana saja kecuali di daerah yang sangat terpencil. Vaksinasi telah menurunkan insiden morbili tetapi upaya eradikasi belum dapat direalisasikan.
Menurut Waktu
Virus penyebab campak mengalami keadaan yang paling stabil pada kelembaban dibawah 40%. Udara yang kering menimbulkan efek yang positif pada virus dan meningkatkan penyebaran di rumah yang memiliki alat penghangat ruangan seperti pada musim dingin di daerah utara. Kebanyakan kasus campak terjadi pada akhir musim dingin dan awal musim semi di negara dengan empat musim dengan puncak kasus terjadi pada bulan Maret dan April. Lain halnya dengan di negara tropis dimana kebanyakan kasus terjadi pada musim panas. Ketika virus menginfeksi populasi yang belum mendapatkan kekebalan atau vaksinasi maka 90-100% akan menjadi sakit dan menunjukkan gejala klinis.
Determinan Penyakit Campak
Host (Penjamu)
Beberapa faktor Host yang meningkatkan risiko terjadinya campak antara lain:
·         Umur
Pada sebagian besar masyarakat, maternal antibodi akan melindungi bayi terhadap campak selama 6 bulan dan penyakit tersebut akan dimodifikasi oleh tingkat maternal antibodi yang tersisa sampai bagian pertama dari tahun kedua kehidupan.
·         Jenis Kelamin
Tidak ada perbedaan insiden dan tingkat kefatalan penyakit campak pada wanita ataupun pria. Bagaimanapun, titer antibodi wanita secara garis besar lebih tinggi daripada pria. Kejadian campak pada masa kehamilan berhubungan dengan tingginya angka aborsi spontan.
·         Umur Pemberian Imunisasi
Sisa antibodi yang diterima dari ibu melalui plasenta merupakan faktor yang penting untuk menentukan umur imunisasi campak dapat diberikan pada balita. Maternal antibodi tersebut dapat mempengaruhi respon imun terhadap vaksin campak hidup dan pemberian imunisasi yang terlalu awal tidak selalu menghasilkan imunitas atau kekebalan yang adekuat.
Pada umur 9 bulan, sekitar 10% bayi di beberapa negara masih mempunyai antibodi dari ibu yang dapat mengganggu respons terhadap imunisasi. Menunda imunisasi dapat meningkatkan angka serokonversi. Secara umum di negara berkembang akan didapatkan angka serokenversi lebih dari 85% bila vaksin diberikan pada umur 9 bulan. Sedangkan di negara maju, anak akan kehilangan antibodi maternal saat berumur 12 – 15 bulan sehingga pada umur tersebut direkomendasikan pemberian vaksin campak. Namun, penundaan imunisasi dapat mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas akibat campak yang cukup tinggi di kebanyakan negara berkembang.
·         Pekerjaan
Dalam lingkungan sosioekonomis yang buruk, anak – anak lebih mudah mengalami infeksi silang. Kemiskinan bertanggungjawab terhadap penyakit yang ditemukan pada anak. Hal ini karena kemiskinan mengurangi kapasitas orang tua untuk mendukung perawatan kesehatan yang memadai pada anak, cenderung memiliki higiene yang kurang, miskin diet, miskin pendidikan. Frekuensi relatif anak dari orang tua yang berpenghasilan rendah 3 kali lebih besar memiliki risiko imunisasi terlambat dan 4 kali lebih tinggi menyebabkan kematian anak dibanding anak yang orang tuanya berpenghasilan cukup.
·         Pendidikan
Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang untuk bertindak dan mencari penyebab serta solusi dalam hidupnya. Orang yang berpendidikan lebih tinggi biasanya akan bertindak lebih rasional. Oleh karena itu orang yang berpendidikan akan lebih mudah menerima gagasan baru. Pendidikan juga mempengaruhi pola berpikir pragmatis dan rasional terhadap adat kebiasaan, dengan pendidikan lebih tinggi orang dapat lebih mudah untuk menerima ide atau masalah baru.
·         Imunisasi
Vaksin campak adalah preparat virus yang dilemahkan dan berasal dari berbagai strain campak yang diisolasi. Vaksin dapat melindungi tubuh dari infeksi dan memiliki efek penting dalam epidemiologis penyakit yaitu mengubah distribusi relatif umur kasus dan terjadi pergeseran ke umur yang lebih tua. Pemberian imunisasi pada masa bayi akan menurunkan penularan agen infeksi dan mengurangi peluang seseorang yang rentan untuk terpajan pada agen tersebut. Anak yang belum diimunisasi akan tumbuh menjadi besar atau dewasa tanpa pernah terpajan dengan agen infeksi tersebut. Pada campak, manifestasi penyakit yang paling berat biasanya terjadi pada anak berumur kurang dari 3 tahun.
Pemberian imunisasi pada umur 8 – 9 bulan diprediksi dapat menimbulkan serokonversi pada sekurang – kurangnya 85% bayi dan dapat mencegah sebagian besar kasus dan kematian. Dengan pemberian satu dosis vaksin campak, insidens campak dapat diturunkan lebih dari 90%. Namun karena campak merupakan penyakit yang sangat menular, masih dapat terjadi wabah pada anak usia sekolah meskipun 85 – 90% anak sudah mempunyai imunitas.
·         Status Gizi
Kejadian kematian karena campak lebih tinggi pada kondisi malnutrisi, tetapi belum dapat dibedakan antara efek malnutrisi terhadap kegawatan penyakit campak dan efek yang ditimbulkan penyakit campak terhadap nutrisi yang dikarenakan penurunan selera makan dan kemampuan untuk mencerna makanan.
Agent
Penyebab infeksi adalah virus campak, anggota genus Morbilivirus dari famili Paramyxoviridae.
Lingkungan
Epidemi campak dapat terjadi setiap 2 tahun di negara berkembang dengan cakupan vaksinasi yang rendah. Kecenderungan waktu tersebut akan hilang pada populasi yang terisolasi dan dengan jumlah penduduk yang sangat kecil yakni < 400.000 orang.
Status imunitas populasi merupakan faktor penentu. Penyakit akan meledak jika terdapat akumulasi anak-anak yang suseptibel. Ketika penyakit ini masuk ke dalam komunitas tertutup yang belum pernah mengalami endemi, suatu epidemi akan terjadi dengan cepat dan angka serangan mendekati 100%. Pada tempat dimana jarang terjangkit penyakit, angka kematian bisa setinggi 25%.
Etiologi Campak
Campak disebabkan oleh virus RNA dari famili paramixoviridae, genus Morbillivirus. Selama masa prodormal dan selama waktu singkat sesudah ruam tampak, virus ditemukan dalam sekresi nasofaring, darah dan urin. Virus dapat aktif sekurang – kurangnya 34 jam dalam suhu kamar.
Virus campak dapat diisolasi dalam biakan embrio manusia atau jaringan ginjal kera rhesus. Perubahan sitopatik, tampak dalam 5 – 10 hari, terdiri dari sel raksasa multinukleus dengan inklusi intranuklear. Antibodi dalam sirkulasi dapat dideteksi bila ruam muncul.
Penyebaran virus maksimal adalah melalui percikan ludah (droplet) dari mulut selama masa prodormal (stadium kataral). Penularan terhadap penderita rentan sering terjadi sebelum diagnosis kasus aslinya. Orang yang terinfeksi menjadi menular pada hari ke 9 – 10 sesudah pemajanan, pada beberapa keadaan dapat menularkan hari ke 7. Tindakan pencegahan dengan melakukan isolasi terutama di rumah sakit atau institusi lain, harus dipertahankan dari hari ke 7 sesudah pemajanan sampai hari ke 5 sesudah ruam muncul.
Mekanisme Penularan Campak
Campak biasanya ditularkan sewaktu seseorang menghirup virus campak yang telah dibatukkan atau dibersinkan ke dalam udara oleh orang yang dapat menularkan penyakit. Campak merupakan salah satu infeksi manusia yang paling mudah ditularkan. Berada di dalam kamar yang sama saja dengan seorang penderita campak dapat mengakibatkan infeksi. Penderita campak biasanya dapat menularkan penyakit dari saat sebelum gejala timbul sampai empat hari setelah ruam timbul. Waktu dari eksposur sampai jatuh sakit biasanya adalah 10 hari. Ruam biasanya timbul kira – kira 14 hari setelah eksposur.
Control Disease campak
WHO mencanangkan beberapa tahapan dalam upaya pemherantasan campak, dengan tekanan strategi yang berbeda – beda pada setiap tahap yaitu :
1.      Tahap Reduksi
Tahap ini dibagi dalam 2 tahap :
a.       Tahap pengendalian campak
Pada tahap ini ditandai dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi campak rutin dan upaya imunisasi tambahan di daerah dengan morbiditas campak yang tinggi. Daerah – daerah ini masih merupakan daerah endemis campak, tetapi telah terjadi penurunan insiden dan kematian, dengan pola epidemiologi kasus campak menunjukkan 2 puncak setiap tahun.
b.      Tahap Pencegahan KLB
Cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi > 80% dan merata, terjadi penurunan tajam kasus dan kematian, insiden campak telah bergeser kepada umur yang lebih tua, dengan interval KLB antara 4 – 8 tahun.
2.      Tahap Eliminasi
Cakupan imunisasi sangat tinggi > 95% dan daerah – daerah dengan cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya. Kasus campak sudah jarang dan KLB hampir tidak pernah terjadi. Anak – anak yang dicurigai rentan (tidak terlindung) harus diselidiki dan diberikan imuniasi campak.
3.      Tahap Eradikasi.
Cakupan imunisasi sangat tinggi dan merata, serta kasus campak sudah tidak ditemukan. Transmisi virus campak sudah dapat diputuskan, dan negara – negara di dunia sudah memasuki tahap eliminasi.

Sumber :
Burnett M., 2007. Measles, Rubeola. http://www.e-emedicine.com.
Depkes, R.I., 2004. Campak di Indonesia. http://www.penyakitmenular.info.
Maldonado, Y. 2002. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EGC.

Ririn Nurmandhani
E2A009042
Reguler 1 / 2009